7 days with the angel - Prologue - Himeka's POV written by YTM
Jeng jeng~ jeng jeng~ prologuenyaaa~ ga usa basa basi, baca aja^^ ah iya, Hime kelas SMA 2, Ichi kuliah semester pertama. Ini (seperti biasa) belom jadi -.-'' jadi pasti pada belom ngerti…
"Nii-san! Nii-san! Kalau sudah besar, aku mau jadi pengantin nii-san!" Aku memeluk nii-san.
"Tentu saja, Hime akan jadi pengantinku. Karena aku sayang Hime." Hime menepuk-nepuk kepalaku.
"Aku juga sangat sayang nii-san!"
6 Juli 2009, 6.30
"NII-SAN BANGUUUUN!" Aku berteriak untuk ketiga kalinya dan menarik selimutnya kencang-kencang. Aku tidak peduli, pokoknya dia harus bangun sekarang!
Ichi, kakakku, kembali menarik selimutnya menutupi seluruh tubuh hingga kepalanya. "Ayolah Himeee... ini masih jam setengah 7..."
"Nanti nii-san akan terlambat! Cepat bangun!" Aku masih memaksanya dan menarik-narik selimutnya, tapi ia tetap bergeming. Akhirnya aku mulai kesal dan naik ke atas tempat tidurnya.
"NII-SAN CEPAT BANGUUUN!" Aku berteriak sekali lagi, tapi kali ini tepat di depan telinganya.
"Aduh!" Akhirnya ia bangun dan menarikku turun dari dari tempat tidurnya. "Tidak perlu teriak Hime!"
Aku mulai memasang tatapan puppy-dog-eyes dan memandang tepat ke arahnya, "Tapi kalau tidak nii-san tidak akan bangun…" Aku tahu kelemahannya^^;;
Ia menghela napas pelan. "Aku akan mandi…"
Aku tersenyum senang penuh kemenangan. "Cepatlah! Nanti aku bisa terlambat sekolah!"
"Ya… ya…" Ia mengambil handuknya dan berjalan dengan malas ke arah kamar mandi. Sambil menunggunya aku berlari ke kamarku dan mulai menyiapkan buku untuk sekolah. Kuambil beberapa buku dari meja belajarku dan memasukkannya dalam tasku. Sebentar aku melirik ke arah fotoku dan kakak yang ada di atas meja dan tersenyum kecil. Itu foto kami 2 tahun yang lalu, saat aku baru akan masuk SMA. Hanya nii-san yang datang ke acara kelulusanku karena ayah sibuk dan ibu sudah meninggal, dan aku senang karena dia mau menyempatkan diri untuk datang.
"Himeee… ayo makan…"
"Iya tunggu sebentar!"
6.37
Aku dan kakak makan dengan sarapan yang sudah kusiapkan, kemudian aku segera bersiap berangkat sekolah.
"Bento ada di kulkas, jangan lupa siapkan siapkan buku dan berangkat jam 9!" Aku berteriak padanya sambil memakai sepatuku di depan pintu.
"Iya aku tahu…" Nii-san mejawab dengan malas, ia masih menonton televisi di ruang tamu sambil bersantai di sofa. Aku benar-benar iri dengan mahasiswa yang masuk siang -_-''
"Nii-san! Aku serius! Aku tidak mau kau terlambat nanti!" Sekali lagi aku berteriak padanya selesai memakai sepatuku. Aku sudah akan berangkat dan jika nii-san masih tidak mau mendengarkanku—
"Iya Hime, aku dengar." Nii-san berjalan mendekatiku dan menatapku. "Sekarang berangkatlah, kau juga tidak mau terlambat kan?"
Aku menggenggam erat tangannya. "Peluk aku dulu…"
Ia menatapku dengan tatapan kesal dan melepaskan genggamanku. "Ayolah Himeka, kau sudah kelas 2 SMA…"
"Dan aku masih berangkat sekolah pagi ini…" Aku kembali memasang tatapan puppy-dog-eyes-ku dan berbicara dengan suara yang kubuat-buat samanja mungkin. "Ayolah nii-san... Aku cuma minta dipeluk…"
Ia menghela napas kemudian memelukku pelan dan mencium keningku. "Sekarang cepat berangkat dan jangan minta yang aneh-aneh lagi…"
"Yaaaa~!" Aku tersenyum manis padanya. Aku segera berlari keluar sambil tertawa kecil. Dulu, sewaktu aku masih kelas 6 SD dan nii-san sudah SMP, aku pernah menangis tidak mau sekolah karena belum belajar ujian. Waktu itu, sama seperti pagi ini, nii-san memelukku lembut dan mencium keningku. Sejak saat itu aku selalu minta dipeluk nii-san sebelum berangkat sekolah :3 lagi pula aku sangat suka kalau nii-san memelukku~
Aku segera menaiki bis yang kunaiki tiap pagi untuk berangkat sekolah, aku hampir terlambat hari ini…
12.30 PM
Sekolahku selesai dari jam 12 siang tadi... Aku sudah di rumah dan masih menunggu nii-san pulang.
"Bosan..."
Aku hanya tidur-tiduran di sofa sambil menonton televisi.
"Aku mau main dengan nii-san..." Kataku lesu. Main? Mungkin tepatnya belajar^^;; Nii-san selalu menemaniku belajar ketika ia pulang, selelah apapun dia. Aku tersenyum kecil, aku sangat sayang nii-san, dan aku tahu nii-san juga menyayangiku. Karena itulah aku ingin tinggal di rumah nii-san, aku tahu nii-san tidak akan bisa ditinggal sendiran, dan ayah selalu sibuk sehingga hampir tidak pernah pulang. Nii-san dan ayah hidup di tempat terpisah sejak ibu meninggal, dan di luar dugaanku, nii-sanlah yang jauh lebih bersedih saat ibu pergi. Ia dan ibu ada di satu mobil yang sama saat mobil yang mereka kendarai tertabrak. Hanya nii-san yang selamat dari kecelakaan itu, dan itu selalu membuatnya menyalahkan dirinya sendiri. Aku menghela napas pelan, aku tidak ingin nii-san terus bersedih seperti itu, aku ingin dapat menghiburnya, dan aku ingin nii-san tahu bahwa aku sangat menyayanginya… Meskipun ia memang sudah tahu -.-''
"Kenapa nii-san lama sekaliii?!" Aku kembali mengeluh dan melirik ke arah jam. Aku memang selalu menunggunya, dan aku selalu tidak pernah tahan menunggunya lama-lama! Kenapa jam kuliahnya tidak bisa dipercepat?! …Oke, aku tahu itu pertanyaan yang bodoh… Aku berjalan ke kamar dan melompat ke atas tempat tidurku, kalau aku tidur waktu akan terasa lebih cepat kan? Lagi pula lebih baik aku istirahat sebelum nii-san menyuruhku belajar…
3.30 PM
"Aku pulang…"
"Nii-san!" aku segera berlari keluar kamar, melompat ke arahnya dan memeluknya erat. Dengan sukses kami berdua jatuh ke lantai… "Kenapa lama sekali? Harusnya nii-san sudah pulang dari setengah jam yang lalu! Aku bosan di rumah! Cepat bantu aku belajaaar!" Aku memarahinya masih sambil memeluknya erat.
"H-Hime… aku bisa mati…"
"Kalau begitu nii-san akan mati dipelukanku!" aku mengencangkan pelukanku.
"H-Hime!"
Aku tertawa kecil dan akhirnya melepaskannya. "Kenapa lama?"
"Kuliahku baru selesai jam 3 Hime… butuh waktu setengah jam untuk pulang…"
"Iya… iya…" aku kembali memeluknya erat. "Cepat mandi dan ganti baju! Setelah itu bantu aku belajar~"
"Ya…"
4.15 PM
Nii-san menemaniku belajar! ~ Aku sangat senang kalau nii-san mau menemaniku, karena aku memang tidak begitu bisa belajar sendiri -.-'' Tapi aku juga senang karena nii-san sangat baik padaku!
"Nii-san, yang ini bagaimana?" Aku memanggilnya. "Nii-san?"
"Ah, iya?"
Tampaknya nii-san (lagi-lagi) melamun… Aku menatapnya lembut. "Ada apa?"
Ia tersenyum lemah dan menggeleng. "Tidak ada apa-apa…"
"Tidak ada apa-apa bagaimana?!" Aku memeluknya erat. "Nii-san diam saja dari tadi dan tidak memperhatikanku! Artinya ada apa-apa!"
"H-Hime… kau akan benar-benar membunuhku jika memelukku terus-terusan seperti ini…"
Aku mengendurkan sedikit pelukanku, tapi tetap tidak melepaskannya. "Aku sayang nii-san…"
Ia hanya tersenyum kecil. "Aku juga sayang Hime…Sekarang cepat lanjutkan belajarmu! Besok kau ulangan kan?"
Aku mencibir. "Dasar bodoh!" Aku melanjutkan belajarku dan tiba-tiba berhenti. Nii-san memandangku bingung.
"Ada apa Hime?"
"Nii-san..."
"Ya?"
Aku melompat ke arahnya dan memeluknya erat. Kami berdua langsung terjatuh dari kursi dan terguling di lantai... "Aku sayang nii-san!"
"Hime... kau benar-benar akan membunuhku jika kau tidak menghentikan hal itu..."
7.30 PM
Aku dan nii-san sedang makan malam sambil menonton, nii-san duduk di sofa dan aku di meja makan, benar-benar contoh kakak yang tidak baik =_='' (Ebi ngerti kan siapa yang diomongin disini?)
"Ah, nii-san..."
Nii-san berbalik ke arahku, "Ya?"
"Kenapa nii-san belum punya pacar?"
"A-" Nii-san tersedak begitu mendengar pertanyaanku, aku sangat senang menjahilinya xDD "I-itu bukan urusanmu Hime!" Mukanya memerah dan segera mengambil minumannya.
Aku tertawa kecil, "Hee? Tapi aku kan adikmu, boleh saja kan bertanya?"
"S-sudahlah!" Ia bertambah panik. "Aku tidak pernah memikirkan tentang itu!"
"Tapi nii-san kan sudah kuliah, harusnya kan sudah punya pacar~ Jangan-jangan nii-san sudah punya tapi tidak mau bilang padaku ya?"
Mukanya semakin memerah dan berbalik, "Tidak!"
Aku tersenyum kecil dan duduk disebelahnya. "Nii-saaan~ Aku cuma bercanda..."
"Ya..." ia kembali terdiam dan melamun seperti tadi sore.
Aku memandangnya dan menyandarkan kepalaku di pundaknya. "Ayolah nii-san... aku minta maaf..."
Ia menepuk-nepuk kepalaku pelan dan melanjutkan makan. "Bukan salahmu Hime. Aku cuma... yah... agak memiliki firasat buruk akhir-akhir ini..."
Aku memeluknya dan tertawa kecil, "Itu hal bodoh! Kau pintar, ujian masih lama... apa lagi yang perlu dikhawatirkan?"
Ia kembali tersenyum kecil. Aku sangat senang kalau nii-san tidak sedih X3 "Ya... ya... sudahlah..."
"Jangan-jangan..." aku mulai menatapnya serius. "...firasat buruk tentang nilai-nilaiku ya?"
Tawa nii-san meledak ketika mendengar perkataanku... Kali ini giliran wajahku yang memerah. "Jangan tertawa!"
"Ahaha.. ah... i-iya.. haha..." Nii-san mulai berusaha untuk menghentikan tawanya. "Kenapa kau berpikir begitu?"
Mukaku masih memerah. "Yaah... Aku kan cuma tanya..."
Iya tersenyum dan berjalan ke dapur, "Tentu saja bukan Hime... Sudahlah ayo cepat lanjutkan belajar lalu tidur!"
Aku mengikutinya ke dapur. "Aku cuci piring dulu..."
"Hari ini biar aku. Sudah sana belajar!"
"Curang! Nii-san saja tidak belajar!"
"Kan kau sendiri yang bilang aku pintar. Tidak usah banyak alasan, sana!"
"Nii-san jahat!" Aku tertawa kecil dan kembali ke kamarku.
"Nii-san? Nii-san kemana?"
Begitu aku sadar, aku ada di taman tempat aku sering bermain dengan nii-san dulu. Aku melihat seorang anak perempuan berumur sekitar 4 atau 5 tahun sedang menangis sendirian. Aku tersenyum kecil.
"Itu aku..."
"Ini pasti mimpi..."
"Nii-san! Tolong aku! Nii-san ada dimana? Hime takut..."
Anak kecil itu mulai berlari ke segala arah, berteriak memanggil kakaknya. Siapa anak kecil yang tidak takut jika tersesat kan?
"Adik kecil... Kau kenapa?"
Aku tertegun. Seorang gadis memakai seragam SMA berjalan mendekati anak kecil itu dan menepuk kepalanya.
"Apa kau tersesat?"
Anak kecil itu mrngangguk pelan sambil menangis.
"Aku terpisah dari nii-san..."
"Jangan menangis!" Gadis itu menggenggam erat tanganku dan kembali mengajakku berjalan "Kita akan cari kakakmu bersama-sama ya?"
Aku menghapus air mataku dan berjalan di sebelahnya. "Iya..."
"Namaku Chise." Gadis itu tersenyum.. "Siapa namamu?"
"A-aku Hime..."
"Hime-chan ya? Siapa nama kakakmu?"
"Ichi! Ichi nii-san!" Aku memberitahunya dengan gembira. "Nii-san sangaaat baik!" Aku berteriak dan tersenyum senang. "Nii-san selalu mengajak Hime bermain! Nii-san juga tidak pernah menjahili Hime! Pokoknya nii-san baik!"
Chise nee-chan tertawa kecil, "Hime sangat sayang pada kakak ya?"
"Tentu saja! Kalau sudah besar nanti, Hime yang akan menjadi pengantin nii-san~ Nii-san sudah berjanji pada Hime..."
Chise kembali tertawa. "Apa kakakmu sangat baik?"
"Iya! Chise nee-chan juga baik sama Hime, tapi nii-san jauuuuh lebih baik!"
"Himeka!"
Aku menoleh ke belakang dan melihat ibu sedang berlari ke arahku. "Oka-san!"
Ibu memelukku dan kemudian menggendongku di punggungnya. "Dari mana saja kau? Ayah dan kakak sudah menunggumu di mobil!"
"Tadi Hime tersesat! Chise nee-chan yang membantu Hime!" Aku menunjuk ke arah Chise drngan senang.
"Maaf sudah merepotkanmu..." Ibuku berterima kasih pada Chise.
"A-ah, t-tidak..." Chise menjawab gugup dan membungkuk pada ibuku.
"Eh? Bukankah kau anak perempuan yang baru pindah ke sini dengan ayahmu beberapa minggu yang lalu?"
"ah, ya..." Chise mengangguk pelan. "Kami akan tinggal disini selama beberapa bulan karena ayah ada pekerjaan disini."
"Semoga kau cepat terbiasa disini" Oka-san tersenyum pada Chise. "Hime, ayo pulang."
"Baiiik! Sampai ketemu, Chise nee-chan!" Aku melambaikan tangan pada Chise.
"Ya, hati-hati di jalan, Hime-chan!" Chise membalas lambaian tanganku dan kembali berjalan.
7 Juli, 2009
5.30 AM
"Nggh..." Lagi-lagi suara jamku membuatku terbangun, masih di kamarku.
"Mimpi itu lagi..."
Aku segera berjalan keluar kamar untuk bersiap memanaskan air dan memasak. Aku sering mendapat mimpi seperti itu, mungkin hampir setiap malam... Tapi aku tidak pernah benar-benar ingat, apakah itu kenangan masa kecilku, atau memang hanya mimpi?
Aku melupakan hal itu dan berjalan ke kamar mandi.
"Itu cuma hal bodoh..."
8 AM
Hari ini Nii-san kuizinkan bangun siang karena tidak ada jadwal kuliah hari ini, nii-san sedang sarapan sementara aku sedang bersiap untuk pergi ke rumah ayah, aku selalu mengunjunginya setiap minggu. Nii-san tidak pernah mau ikut denganku untuk menengok ayah, entah kenapa. Aku selalu memaksanya tapi akhirnya nii-san marah padaku, jadi aku tidak mau susah-susah mengajaknya -_-''
"Nii-san!" Aku memanggilnya dari depan pintu. Nii-san tidak mau menjawab, dia selalu begini kalau aku mau pergi ke tempat ayah -.-
"Ichi nii-san!" Aku berlari ke arah sofa tempatnya duduk dan memeluknya erat. "Ayo ikuuuut! Kita ke rumah ayah, pokoknya nii-chan harus ikut! Nii-chan sudah berapa tahun tidak mau ikut denganku mengunjungi ayah!"
"Aku tidak mau!" Nii-san melepaskan pelukanku dengan kesal. "Aku tidak mau ke rumah ayah, Hime! Harus berapa kali aku bilang?!"
"Kenapa? Ayah ingin bertemu lho~!"
"Tidak! Sudahlah!"
"Ah, nii-san kejam~" aku kembali memeluknya erat. "Aku takut pergi sendirian~"
"Kau pergi ke sana tiap bulan." Nii-san menjawab ketus, benar-benar tidak seperti nii-san yang biasanya baik padaku...
"Ayolah~" aku masih berusaha membujuknya. "Apa nii-san tega membiarkan anak perempuan seperti aku pergi sendiri~?"
Nii-san menghela nafas pelan, "Sudahlah Himeka... aku tidak akan pergi..."
Aku tahu jika nii-san sudah memanggilku dengan nama lengapku artinya nii-san serius.
Akhirnya aku melepaskan pelukanku dan tersenyum manis padanya. "Ya, ya. Aku tahu~ Aku hanya masih penasaran kenapa kau tidak mau pergi~"
"Kubilang hubungan kami kurang baik."
"Sudahlah, aku tidak mau membahasnya..." Aku mencium pipinya dan berjalan keluar apartemen. "Aku pulang agak malam ya! Makan siang sudah ada di lemari es!"
"Ya..." nii-san melambaikan tangan dan duduk di sofa. "Dasar keras kepala..."
9 AM
"Aku masih tidak mengerti kenapa nii-san tidak mau ikut!" Aku berteriak kesal.
"Sudahlah Himeka... Ichi hanya mengalami masa sulit..." Oto-san berusaha menenangkanku.
"Dasar nii-san bodoh!" Aku masih berteriak-teriak sementara oto-san mengikutiku berjalan bola-balik. xP
"Kematian ibu sudah lebih dari 3 tahun yang lalu dan nii-san masih menyalahkan dirinya sendiri?! Itu artinya nii-san pengecut!"
"Himeka, tidak semua luka bisa sembuh secepat itu..."
"Tapi oto-san kan juga ingin bertemu nii-san! Nii-san egois!"
"Percayalah pada kakakmu... Ia cuma butuh waktu..."
"Tapi-"
"Himeka..."
Aku terdiam. Tidak ada gunanya terus berdebat dengan ayah tentang kakak... "Oto-san mau kubuatkan apa untuk nanti siang?"
"Tidak usah, ayah akan beli di luar nanti."
"Baiklah..." aku mengambil tasku dan berjalan ke arah pintu. "Aku pulang dulu..."
"Ya..."
9.25 AM
Aku menghela nafas kesal dalam taksi yang kunaiki dalam perjalanan pulang. Hubunganku dengan ayah sendiri memang juga kurang baik, tapi ya sudah! Aku tidak terlalu mempermasalahkan hal itu! Aku cuma tidak mengerti kenapa nii-san yang selalu dibela ayah, padahal menurutku nii-san memang pengecut dalam hal itu... Aku terdiam juga, aku sangat sayang nii-san, tapi menurutku nii-san tidak bisa terus-terusan begini...
"Ah!" Aku agak terkejut saat supir taksiku menambah kecepatan dan menerobos lampu merah. "Hei! Hati-hati!"
Tampaknya ia tidak menghiraukanku dan masih mengemudi dengan kecepatan tinggi. "Hei! Sudah kubilang hati-ha-"
10.30 AM - Ichi's POV
Aku masih menonton televisi di ruang tamu saat telepon berbunyi, menunggu Hime pulang. Aku segera mengangkatnya, berharap itu Hime yang mengabarkan dia akan segera pulang, seperti biasanya.
"Halo?"
"Ichi."
Aku tertegun, "Oto-san?"
"Ada yang harus kuberitahukan... kepadamu..." suaranya terdengar lemah, tapi apapun alasannya, aku tidak mau bicara dengannya.
"Sudah kukatakan jangan hubungi ak-"
"Ini tentang Himeka."
Himeka's POV
Sakit...
Rasanya sakit sekali...
Apa yang terjadi?
Kenapa gelap sekali?
Nii-san...
Ah, iya...
Nii-san dimana?
Tolong aku...
"Cepat ia butuh donor darah secepatnya!"
"Cek golongan darahnya! Periksa stok yang ada di rumah sakit!"
"Ia tidak akan selamat! Sudah terlambat!"
"Jangan menyerah! Setidaknya harus dicoba! Cepatlah!"
Ah...
Taksiku tertabrak...
Lalu...
Aku dimana?
Kenapa nii-san tidak ada?
Apa lagi-lagi aku kehilangannya?
Atau nii-san yang kehilangan aku?
"Percuma saja... Sudah kukatakan ini tidak berhasil!"
Siapa yang waktu itu membantuku?
...Chise?
saat itu nee-chan membantuku menemukan ibu kan?
Tapi ibu sudah tidak ada...
Apa nee-chan akan membantuku menemukan nii-san?
"Detak jantungnya melambat!"
Kenapa? Nii-san...
Rasa sakitku menghilang...
Apa nii-san disini?
Apakah nee-chan membawanya untuk menemuiku?
Apa nee-chan datang?
Nii-san juga... kan?
Nii-san akan menemaniku kan?
...dimana?
end