A/N: Fufufu... saya bikin ni fict banyak gangguan bgt... udah to-san saia marah" mulu sampe saia ga dibolehin buka laptop waktu hr selasa (padahal deadline kamis), udah gitu BETA READERnya ditelponin suruh online nggak diangkat telponnya... Males deh... Mana kelas saia sarap lagi (apa hubungannya?). Yah, kalo ada yg tanya kenapa saya selalu bikin yg ada kaka adenya, soalnya saia napsu bgt punya kk kandung... karna kaka" saia yg sekarang rumahnya jauh" sih... huwhuw XD
Sudahlah! Please R&R!
~~ Ibu~~
"Ne, nii-san… Aku rindu ibu…" Aku berkata manja sambil duduk di pangkuan nii-san. "Kapan ibu pulang?"
"Sabar… Sebentar lagi juga pulang." Nii-san menjawab singkat tanpa mengalihkan pandangan dari PSPnya.
Aku memandangnya kesal dan memukulnya pelan sebelum merebut PSPnya, "Aku serius! Aku takut sendirian di kamar! Ayo temani aku!"
"Iya, iya, ayo sini." Ia mencoba mengambil PSPnya kembali dari tanganku, namun aku mematikan game-nya dan memegangnya kuat-kuat.
"Jangan coba-coba. Ayo temani aku!"
Akhirnya nii-san menghela nafas pelan dan bangkit dari tempat duduknya, "Baiklah, ayo ke atas. Tapi kau harus mengembalikan benda itu setelah kita masuk ke kamarmu sebelum kau merusaknya lebih parah lagi." Ia berkata tegas sambil melihat ke arah PSPnya yang masih kugenggam.
"Ya~" aku tertawa kecil dan menariknya ke arah kamarku. Tiba-tiba aku berhenti ketika mendengar sebuah mobil dari depan rumah dan melemparkan PSP milik nii-san, "Itu ibu! Ayo ke depan!"
"Hei, hei! Hati-hati!" Nii-san segera mengambil PSPnya yang terjatuh di lantai dan meletakkannya di meja sambil menggelengkan kepala. "Dasar… Kesepian apanya, dasar manja."
~~Yakin?~~
"Nii-saaaaan… ayolah! Jangan pergi ke sekolah hari ini! Apa kau tega meninggalkan adikmu yang sedang sakit ini?" Aku menarik lengan kemeja nii-san dan memaksanya untuk duduk di pinggir tempat tidurku. "Ayah dan ibu kan pergi kerja, aku tidak mau sendirian di rumah!"
"Suzu, kau cuma manja." Nii-san melepaskan bajunya dari genggamanku dan mengambil tasnya. "Lagipula kau sudah sarapan kan? Aku akan pulang membawa makan siang nanti."
"Apa nii-san yakin mau meninggalkanku di rumah sendiri?" Aku menatapnya dengan memasang tampang memelas. "Benar-benar yakin?"
"Ya." Nii-san menjawab dengan dingin dan membiarkanku menghela nafas kecewa. "Jangan lakukan hal-hal bodoh. Istirahatlah. Aku ingin kau cepat sembuh. Aku pulang nanti siang."
"Ya…" aku menjawab malas dan memandang nii-san yang berjalan keluar dari kamarku. "Nii-san bodoh, bisa-bisanya membiarkanku sendirian di rumah. Aku bosan!" Aku mengeluh dan akhirnya terdiam sendirian di kamar. "Memang tidak enak kalau sakit…"
Aku tersentak ketika tiba-tiba pintu kamarku terbuka dan nii-san muncul dari balik pintu. Kami berdua bertatap-tatapan dalam diam selama beberapa menit sebelum akhirnya aku memutuskan untuk bertanya, "Eh, ada yang tertinggal?"
"T-tidak ada…" Nii-san berkata gugup dan dan duduk di sebelah tempat tidurku. "Kupikir kau akan.. Eh, maksudku, yah… Aku hanya mau menemanimu. Mungkin tidak apa-apa kalau aku bolos sehari saja…" Nii-san berkata dengan wajah memerah.
Aku tertawa kecil dan memeluknya erat, "Terima kasih! Aku tahu nii-san memang baik!"
"I-iya…"
~~Ayo main!~~
"Aku pulang…" Nii-san membuka pintu rumah dan berjalan masuk ke dalam dengan lemas.
Melihat nii-san sudah pulang, tanpa pikir panjang aku langsung berlari menghampirinya dan memeluknya erat, "Nii-san!"
Kaget menerima pelukanku, nii-san langsung jatuh terduduk di ruang tamu, "Pelan-pelan, Suzu." Ia berdiri dan merebahkan dirinya di sofa. "Jangan ganggu aku dulu."
"Jangan ganggu bagaimana? Kau janji mau mengajakku ke taman hari ini! Ayo pergi!" aku menarik-narik seragam sekolahnya dan mengguncangkan tubuhnya perlahan. "Nii-san sudah janji lho!"
"Tapi aku lelah sekali, bisa kita pergi besok saja?" Nii-san mulai membalas perkataanku dengan nada agak terganggu. Tapi tentu saja aku tidak akan mempedulikan hal itu.
"Kalau begitu ayo main game di atas! Nii-san jangan malas! Ayo main!" aku kembali menarik seragamnya lebih kuat hingga membuatnya hampir terjatuh.
"Suzu! Jangan ganggu aku!"
"Tapi aku mau main dengan nii-san!" Aku merengek. Tiba-tiba terdengar suara telepon rumah yang berbunyi, aku segera berlari ke arah telepon dan menganggkatnya. "Halo..?"
"Akhirnya…" Nii-san memejamkan matanya dan kembali beristirahat di sofa. "Aku lelah sekali."
Tapi…
"Nii-san! Telepon untukmu!" aku berlari ke arahnya dan menariknya ke arah telepon, kali ini benar-benar membuatnya terjatuh. "Cepat angkat! Sepertinya dari temanmu!"
"Kapan kau akan membiarkan aku istirahat!?" Nii-san mulai berteriak frustasi sementara aku tertawa geli.
"Tidak akan pernah! Setelah itu temani aku main, oke?"
~~TV~~
"Nii-san! Berikan remotenya!" Aku mencoba mengambil remote televisi yang direbut oleh nii-san. "Aku mau nonton!"
"Kau sudah menonton dari sore, sekarang giliranku." Nii-san segera mengganti siaran anime kesukaanku menjadi siaran berita.
Aku meliriknya dengan kesal dan menoleh ke arah ayah dan ibu yang duduk di meja makan. "Ayah! Ibu! Nii-san mengambil remote-nya!"
"Ayolah Suzuka, kau sudah menonton dari tadi kan? Biarkan Yoku menonton dulu." Ibu tertawa lembut dan menoleh pada ayah. "Lagipula ayahmu juga mau menonton berita."
"Jangan egois!" Nii-san menyela sambil memperlihatkan senyum penuh kemenangan.
Aku hanya bisa mencibir dan duduk di sofa menonton acara berita yang membosankan…
~~Berani~~
"Dor!" Nii-san melompat dari balik dinding untuk mencoba mengagetkanku.
"Tidak kaget." Aku hanya terus berjalan santai seperti biasa dan menghiraukan nii-san yang memandang dengan tatapan kecewa.
"Serius tidak kaget?" Ia berjalan pelan mengikutiku ke ruang makan, "Jujur?"
"Tentu saja. Memangnya aku penakut seperti nii-san?" aku mengejek.
"Sombong sekali kau, baru seperti itu saja!" Nii-san memukul kepalaku pelan sementara aku hanya tertawa. Tiba-tiba ia berhenti berjalan dan menunjuk ke dekat kakiku. "Ah, Suzu."
"Hm?"
"Lihat kakimu."
Aku menoleh ke bawah dan langsung berteriak ketakutan sambil memeluk nii-san. "Nii-san! Gendong aku! Cepat!" aku terus memohon sambil mencengkramnya erat-erat.
Kali ini giliran nii-san yang tertawa terbahak-bahak sambil mengejekku. "Ayolah, kau pemberani kan? Itu cuma kecoak…"
"Nii-san jahat! Cepat gendong aku!"
~~Petak Umpet~~
"Nii-san! Ayo main petak umpet! Aku bosan!" aku mendekati nii-san yang sedang membaca buku di kamarnya. Nii-san cuma menggeleng tanpa mengalihkan pandangannya. "Nii-san! Ayo temani aku main!" Aku kembali memaksanya dan menutup buku yang ada di tangannya.
Nii-san menghela nafas pelan, "Baiklah. Kau yang jaga. Hitung sampai sepuluh."
"Memang kau bisa sembunyi dalam waktu sesingkat itu?" Aku memandangnya bingung.
"Sudah, cepat hitung saja."
"Baik, baik." Aku langsung membalikan badanku dan menghitung satu sampai sepuluh. Ketika aku berbalik, aku melihat sebuah buntalan selimut di atas tempat tidur nii-san. Aku tertawa dan melompat ke atas buntalan itu, "Nii-san ketemu!"
"Ya, sekarang kau menang." Nii-san menjawab singkat dan kembali duduk di meja belajarnya dan melanjutkan membaca buku.
"Nii-san bodoh!"
~~Boneka~~
"Kenapa tidak kau beli yang baru sih?" Nii-san masih mengomeliku dari 10 menit yang lalu saat melihat boneka tuaku tergeletak di lantai. "Boneka itu sudah kotor, lagipula jarang kau cuci! Kalau kau memang sudah tidak mau, nanti akan kuberikan yang baru!"
"Jangan! Boneka ini masih bagus kok!" aku membela dan mengambil bonekaku. "Cuma perlu dicuci sedikit!"
"Lalu kenapa tidak kau cuci?" Nii-san kembali berbicara. "Sudah sana! Cepat cuci!"
"Iya!" aku segera memasukkan boneka itu ke mesin cuci dan mencucinya, 15 menit kemudian… "Nii-san! Bonekanya sudah bersih!"
"Coba perlihatkan padaku." Nii-san mengambil boneka yang kupegang dan mengamatinya, tak lama kemudian ia tertawa. "Bodoh, harusnya kau cuci dengan tangan. Boneka setua ini pasti sobek kalau kau cuci di mesin cuci." Ia menunjuk bagian lengan boneka itu yang sobek.
"Yam au bagaimana lagi! Kau tidak bilang! Bilang sekarang juga sudah terlambat kan!" Aku berteriak kesal. "Pokoknya nii-san harus membetulkannya!"
"Kenapa jadi aku? Kau yang merusaknya! Lagipula, daripada membetulkan yang ini, lebih baik kubelikan yang baru nanti!"
"Tidak mau! Ini boneka kesayanganku! Pokoknya aku tidak mau beli yang baru! Ini kan hadiah dari nii-san waktu ulang tahunku yang ke 12! Betulkan!" Aku kembali merengek.
Nii-san terdiam sesaat dan memandang boneka itu, "Baiklah. Nanti kubawa ke tukang jahit."
~~Khawatir~~
"Aku pulang." Suara nii-san terdengar dari pintu depan rumah.
Aku segera berlari ke pintu depan dan menyambut nii-san, "Selamat data— Nii-san kenapa!?" Aku terkejut ketika melihat wajah nii-san yang lebam. Aku buru-buru menariknya ke ruang tamu dan menyuruhnya duduk sementara aku mencari kotak obat di dapur. Aku kembali membawa sebuah handuk basah dan plester. "Jangan bergerak."
Nii-san hanya mengangguk. Ia hanya meringis pelan ketika aku mengompres bekas memarnya dan menutupnya dengan plester. Setelah kembali meletakkan kotak obat, aku duduk menemani nii-san di ruang tamu, "Pipi nii-san kenapa?" aku bertanya.
"Tidak apa-apa. Cuma masalah kecil." Ia menjawab singkat dan kembali terdiam.
Aku memeluknya dan memaksanya untuk menatapku, "Nii-san kenapa?"
"Kubilang tidak apa-apa Suzu. Aku cuma terlibat perkelahian kecil." Nii-san menjawab dan memelukku pelan. "Bukan hal besar."
"Lain kali jangan sampai terlibat, mengerti? Aku sangat khawatir…" Aku menyandarkan kepalaku di pundaknya. "Hei, nii-san, mau main ke taman?"
"Kau ini sungguh khawatir atau tidak sih?"
~~Pertengkaran~~
"Kenapa nii-san selalu egois? Memangnya kau tidak pernah memikirkan aku sebagai adikmu? Atau kau memang tidak mau menganggapku adik?"
"Siapa yang bilang? Kau itu juga egois, jangan hanya bisa mengejekku saja!"
"Nii-san jahat! Nii-san tidak lagi sayang aku! Nii-san tega! Kenapa kau bisa—"
"Ah, sudahlah! Kalau kau memang menginginkannya sampai seperti itu!" Nii-san meletakkan kue coklat itu di meja makan. "Itu kan cuma kue! Kenapa kau harus menganggapnya sampai seserius itu?"
Aku tertawa senang dan duduk di meja makan, "Karena aku yang membeli kue itu! Jadi nii-san tidak boleh memakannya!"
"Ya, ya. Sudahlah, tidak usah dibahas lagi… Kau memang aneh…"
"Mungkin bawaan dari nii-san."
~~Cinta~~
"Nii-san, cinta itu apa?" Aku bertanya polos pada nii-san yang sedang memainkan gamenya di kamar.
Nii-san menghentikan permainannya untuk sesaat dan memandangku dengan bingung, "Memangnya kenapa?"
"Aku cuma bingung saja, rasanya dari dulu nii-san tidak pernah punya pacar. Memangnya nii-san tidak pernah jatuh cinta?"
"Sudahlah, itu bukan urusan anak kecil sepertimu." Ia menjawab malas dan melanjutkan permainannya sementara aku hanya memandangnya dengan kesal.
"Memangnya aku anak kecil?" aku menantang. "Kalau aku sudah punya pacar bagaimana?"
"Berarti kau lebih dewasa dari aku." Jawabnya santai.
Mendengar jawabannya, aku menahan tawa. Ketika mendengar bunyi ketukan pintu dari pintu depan, aku segera berlari ke bawah dan membuka pintu. Seorang anak laki-laki sedang berdiri di depan pintu sambil tersenyum manis, "Suzu-chan, mau pergi sekarang?"
Aku membalas senyumnya dan menggenggam tangannya, "Tunggu sebentar, aku harus minta izin pada kakakku." Aku menoleh ke arah pintu kamar nii-san yang masih terbuka dan berteriak, "Nii-san ! Turun dulu! Ada yang ingin kuberitahu!"
Nii-san berjalan keluar kamarnya dan melihat ke lantai bawah, "Kenapa?"
"Kunci pintunya! Aku mau pergi jalan-jalan! Aku ada janji kencan dengan PACARku!" Aku berteriak dengan semangat sebelum berlari keluar sambil tertawa geli. Saat itu, aku yakin nii-san hanya dapat tertegun tanpa mengeluarkan reaksi apapun.
~~Bakat~~
"Kalau dipikir-pikir, aku ini tidak punya bakat atau kemampuan khusus sama sekali, ya?" aku memandang nii-san. "Padahal teman-temanku di sekolah punya banyak kemampuan, menggambar, main musik, menyanyi, tapi aku sama sekali tidak pandai dalam hal apapun…"
"Yah, kau memang bodoh sih." Nii-san menjawab singkat dan aku menghadiahinya sebuah pukulan yang agak keras di kepalanya.
Aku mencibir dan membalas mengejeknya, "Padahal nii-san juga tidak punya keterampilan apapun!"
"Aku punya banyak bakat tahu." Ia kembali menjawab seadanya tanpa memberikan alasan yang jelas. Aku menggelengkan kepalaku.
"Yah, setidaknya aku tahu satu bakat yang dimiliki nii-san." Aku tersenyum.
Nii-san memandangku dengan bingung, "Eh? Apa?"
"Bakat untuk mengganggu adiknya!" Jawabku sambil kembali mencibir.
~~Tunggu!~~
"Sedang apa?" aku mendekati nii-san yang berada di dapur. "Nii-san memasak?"
"Sudah, bukan urusanmu." Ia menjawab kasar dan mendorongku keluar dapur. "Jangan masuk-masuk. Tunggu aku keluar." Ia berkata dingin dan mengunci pintu dapur. Tentu saja, hal itu semakin membuatku ingin tahu apa yang sedang dilakukannya didalam.
Beberapa saat kemudian, nii-san keluar dari dapur. Aku segera menghampirinya dengan antusias, "Apa yang nii-san buat? Apa aku sudah boleh masuk?"
"Tunggu dulu, aku mau membeli bahan yang kurang." Ia segera berjalan ke arah pintu depan dan mengambil jaketnya, "Apapun yang kau lakukan, jangan sekali-kali mencoba untuk masuk ke dapur!" ia mengingatkan.
Setelah nii-san keluar, diam-diam aku berjalan masuk ke dapur dan melihat keadaan di sana (kalau tidak diizinkan, kita tentu akan semakin penasaran kan?). Saat itu, mataku melihat sesuatu di atas meja dapur. Sebuah kue tart dengan ukuran yang lumayan besar, dihiasi dengan krim, stroberi, dan coklat. Kue kesukaanku!
"Nii-san pasti membuatnya dan ingin memakannya sendirian tanpa aku…" Aku tertawa kecil dan mengambil garpu dan pisau dari laci meja dapur. "Itadakimasu!"
Baru beberapa menit sejak aku memakan kue itu, tiba-tiba saja pintu dapur terbuka dan nii-san memberiku tatapan 'apa-kubilang-tadi' sambil menggelengkan kepalanya sementara aku hanya bisa tertawa gugup.
"Ah, nii-san aku—"
"Sudah kubilang untuk menunggu kan?" ia duduk di sebelahku dan mengeluarkan whip cream berwarna merah muda. "Tadinya akan kutulisi 'Selamat Ulang Tahun', tapi karena sudah terlanjur kau makan, ya sudahlah." Ia menepuk-nepuk kepalaku pelan. "Selamat ulang tahun, Suzu."
"Jadi ini..?" aku memandangnya tak percaya sebelum memeluknya dengan erat. "Terima kasih nii-san!"
~~Milikku!~~
"Nii-san! Es krimmu sudah mau meleleh! Ku makan ya!" Aku berteriak pada nii-san yang sedang memainkan gamenya di kamar.
Mendengarku, nii-san buru-buru berlari turun, hanya untuk melihatku yang sedang menghabiskan es krim miliknya tanpa perasaan bersalah sedikitpun. Nii-san memukul kepalaku pelan, "Kau kan sudah makan bagianmu."
"Tapi hari ini panas sekali… Kurang kalau cuma satu!" Aku membela sambil terus memakan es krimnya.
Nii-san menghela nafas dan mengambil sebuah es krim dari kulkas, "Kalau begitu aku ambil bagian ayah. Kalau ayah bertanya, akan kubilang itu salahmu."
"Iya, iya~!" aku menjawab santai dan membuang bungkus es krim yang sudah habis. "Ah, nii-san. Kau meninggalkan game-mu di atas?"
Nii-san langsung terdiam sejenak. "Aku lupa mematikan PSPku!"
Aku langsung mengambil es krim yang nii-san letakkan di meja sementara nii-san segera berlari ke lantai dua dengan panik.
~~Dingin~~
"Nii-saaan… Dingin…" Aku berkata malas pada nii-san yang duduk di sebelahku dalam kotatsu. "Kenapa hari ini harus dingin sekali?"
"Yah, namanya juga musim dingin." Nii-san menjawab dengan mengantuk. "Sudahlah, kalau dingin tidur saja."
"Tidak mau, bosan…" aku menggumam. "Ayo main keluar!"
"Malam-malam begini? Yang benar saja!" Nii-san langsung menjawab. "Pergi saja sendiri!"
"Ayolah! Jangan malas!" Aku langsung menarik nii-san yang terlihat enggan untuk keluar dari kotatsu. "Ayo bangun!"
"Tidak mau!"
"Jangan begitu!" aku menariknya lebih keras dan berjalan keluar rumah dengan nii-san yang masih berusaha untuk melepaskan diri.
Sesampainya diluar… "N-nii-san?"
"Ya?"
"Dingin sekali, masuk saja yuk?"
~~Barang Kesayangan~~
"Barang kesayangan nii-san PSP ya?" Aku bertanya pada nii-san yang sedang memainkan PSP di kamarnya. Nii-san hanya mengangguk pelan tanpa mengatakan apapun.
"Nii-san tidak pernah memperhatikanku kalau sudah menyentuh PSP." Aku melanjutkan. Lagi-lagi nii-san hanya mengangguk dan tetap tidak mengatakan apapun.
"Nii-san, dengarkan aku!" Aku berteriak dan menarik PSPnya. "Nii-san benar-benar sudah tidak peduli padaku lagi ya?"
"Ah, ah, ah! Hati-hati! Jangan membawanya seperti itu!" Nii-san berteriak panik sambil menunjuk ke arah PSPnya yang kupegang dengan satu tangan. "Kau akan menjatuhkannya!"
"Tidak akan! Karena itu nii-san dengarkan aku!"
"Aku mendengarkan! Sekarang cepat kembalikan!"
"Tidak mau! Nii-san kejam!" Aku merengek sambil berkacak pinggang. "Kenapa nii-san selalu bersikap seperti itu— "
"Suzu!" Nii-san kembali berteriak panik ketika menyadari PSPnya sudah terlepas dari tanganku dan jatuh ke lantai, membuat layarnya retak serta melepas tombol analognya…
"Eh, ah, m-maaf…" Aku berkata gugup. "A-aku tidak bermaksud—"
"Terima kasih banyak!" Nii-san langsung memelukku erat dan memekik girang. "Akhirnya rusak juga! Sudah lama tahan-tahan untuk membeli PSP Go! Tapi tidak pernah jadi kubeli karena PSPku masih bagus! Terima kasih Suzu! Terima kasih banyak!"
"Hah?" Aku memandang nii-san dengan tampang bingung dan lucu. Memang, PSP nii-san masih berupa PSP 3000, tapi tidak kusangka dia akan sesenang ini… "Terserah nii-san lah!"
~~Kembang Api~~
"Kenapa nii-san ajak aku ke sini?" Aku menggandeng tangan nii-san yang berjalan di sebelahku. Kami berdua sedang pergi ke perayaan matsuri. Tidak seperti teman-teman lainnya yang mengajak pacar, nii-san lebih memilih untuk mengajakku. Atau tepatnya memang harus mengajakku, "Karena nii-san tidak punya pacar ya?"
"Ya, aku tahu kau sudah punya pacar, tapi apa harus menghinaku sampai seperti itu?" Nii-san mempererat genggamannya pada tanganku. "Jangan sok dewasa."
"Kan nii-san sendiri yang bilang aku lebih dewasa karena sudah punya pacar?"
"Jangan dibahas." Nii-san duduk di sebuah bangku yang menghadap danau di dekat taman. "Sebentar lagi akan dimulai."
"Apa—" pertanyaanku terputus ketika sebuah kembang api yang besar melintas di atas danau dan meledak. Aku memandang pemandangan itu dengan kagum, "Indah sekali…"
"Kau suka?" Nii-san tersenyum.
"S-suka sih, tapi…" aku berkata gelisah. "Nii-san kan tahu aku takut pada suara-suara keras seperti suara kembang api dan suara petir!"
"Ah, benar. Aku lupa." Ia berkata setelah terdiam sejenak. "Baiklah, ayo pulang. Akan kubelikan kembang api tangan untuk kita nyalakan sama-sama di rumah."
"Kenapa tidak begitu dari tadi?" aku mencibir dan menariknya bangun dari kursi. "Ayo cepat pulang! Kita beli yang banyak ya!"
"Hei, hei! Apa-apaan ini?" Nii-san memukul kepalaku dengan lembaran kertas yang dipegangnya. "Apa maksudmu menulis hal-hal seperti ini?"
"Tugas sekolah, membuat karangan tentang keluarga." Jawabku polos. "Memangnya kenapa?"
"Coba baca paragraf paling akhir!"
Aku mengambil kertas itu dari tangan nii-san dan membaca paragraf terakhir keras-keras, "Yoku nii-san adalah kakakku yang paling jelek, iseng, nakal, suka mengganggu, dan merepotkan."
"Apa itu bagian dari tugas sekolah?"
"Eeh… Nii-san kan belum membaca kalimat terakhirnya." Aku tertawa kecil dan melanjutkan membaca, "…tapi nii-san adalah kakak yang sangat aku sayangi."
Nii-san terdiam sejenak mendengar apa yang kukatakan dan menghela nafas panjang. "Yah, terserahlah… Tapi apa maksudmu dengan 'jelek, iseng, nakal, suka mengganggu, dan merepotkan' itu hah?!"
"Hyaaa! Maaf!"
FIN :D