A/N: Sebenernya saya udah bikin fict ini dari Sabtu… cuma karena deadlinenya Kamis dan fict ini ga bakal selesai hari Kamis, jadi saya buru-buru bikin fict yg "Brother!" hari selasa buat dikasih ke beta reader saya^^;; Ini masih in progress~~
Disclaimer: Dorabase (komik robot kucing pemaen baseball) bukan punya saya, dan nggak akan pernah jadi punya saya. Tapi itu komik emang bagus :D Thumbs Up buat Mugiwara Shintaro & FFF Production!
Title: The Moon and The Sky
Summary: Bulan itu ada di langit…
Chapter I –That Night
Aku terdiam memandang buku pelajaran yang ada di mejaku. Buku itu hanya kubiarkan terbuka dan tidak kusentuh. Malam ini, seperti biasanya, aku masih belajar sendirian sementara orang-orang lain yang tinggal di perumahanku mungkin sudah tertidur.
Aku menghela nafas pelan sebelum berjalan ke arah jendela kamar yang selalu kubiarkan terbuka setiap malam. Di luar, langit sudah gelap, matahari sudah hilang, berganti dengan bulan. Semua rumah yang ada di perumahanku sudah mematikan lampunya, kecuali satu. Ya, lagi-lagi rumah tetangga yang berada di sebelah kanan rumahku masih menyalakan semua lampunya di tengah malam begini.
Diam-diam aku memandangi sebuah sebuah jendela yang ada tepat di depan jendelaku. Dari dalam kamar, terdengar suara musik dari radio yang sama yang terdengar di malam-malam sebelumnya. Jarak antar rumahku dengan rumah di sebelahku memang tidak terlalu jauh sehingga memungkinkanku untuk dapat mendengar suara musik itu. Aku kembali memperhatikan jendela yang ada di hadapanku, pikiranku jauh menerawang, membayangkan orang seperti apa yang tinggal di rumah itu.
Aku tersentak ketika tiba-tiba jendela yang sedang kuperhatikan dibuka dari dalam dan seorang anak laki-laki mengeluarkan kepalanya dari jendela. Setelah melihat-lihat keadaan luar untuk sesaat, ia baru tertegun ketika menyadari aku yang masih memperhatikannya. Ia memandangku dengan bingung, "Sedang apa?"
Aku segera memalingkan wajahku yang memerah dari pandangannya, "Ah, m-maaf… Aku hanya bosan, jadi aku… Eh, maaf…" aku menjawab gugup. "Aku—"
"Kau belum tidur?" Ia menyela. Meskipun samar, aku dapat melihatnya tersenyum senang saat menanyakan hal itu. "Sudah lama tidak ada orang yang menemaniku bicara. Namaku Sora!"
"Namaku Yue." Aku menjawab dan membalas senyumannya. "Salam kenal."
"Yue-chan ya… Nama yang manis!" ia tertawa. "Yue-chan belum tidur? Sekarang sudah jam 11 malam, nanti kau sakit!"
Aku menggeleng cepat, "Aku sedang belajar. Lagipula aku belum mengantuk. Sora-san juga belum tidur?" aku balas bertanya.
"Aku baru pulang dari tempat kerja sambilanku. Aku juga sedang belajar!" ia menjawab dengan ceria. "Yah, tapi tetap saja aku sudah agak mengantuk… Keluarga Yue-chan pindah ke sini bulan lalu, 'kan? Maaf aku belum sempat berkenalan denganmu waktu itu!" Tiba-tiba ia terdiam sesaat, "Rasanya sejak keluarga Yue-chan datang, aku belum pernah melihat Yue-chan?"
"Aku memang tidak pernah keluar rumah waktu siang." Aku tersenyum kecil. "Dari kecil, tubuhku memiliki alergi yang serius terhadap cahaya. Kalau terkena sinar yang terlalu terang, kulitku akan mulai melepuh dan tubuhku menjadi lemas. Karena itu di kamarku hanya diletakkan satu lampu tidur untukku belajar." Aku meneruskan sambil menoleh ke arah sebuah lampu redup yang ada di atas mejaku.
"Eh? Jadi Yue-chan sama sekali tidak pernah ke luar rumah saat siang? Tidak kesepian?"
Mana mungkin aku tidak kesepian, kan?
"Tidak," aku tersenyum. "Aku punya seorang adik laki-laki, biasanya dia menemaniku jika dia sudah pulang sekolah sambil belajar. Aku juga tidak sekolah, jadi kadang aku belajar bersama dengannya atau belajar sendiri setiap malam."
Apa bedanya? Aku tidak punya teman. Satu-satunya teman bicaraku hanya Syota.
"Begitu…" ia menjawab lesu. "Yue-chan tidak punya sahabat atau teman dekat?" Melihatku menggeleng, ia kembali mengembangkan senyum cerianya dan berkata dengan semangat. "Kalau begitu, mulai sekarang Yue-chan adalah sahabatku! Yue-chan mau menjadi sahabatku kan?" Ia mengulurkan tangannya keluar jendela, mengarahkannya padaku.
"Eh?"
"Kumohon! Aku sebenarnya juga tidak punya banyak teman!"
Aku memandangnya dengan ragu sebelum akhirnya meraih tangannya dengan hati-hati (perlu kuingatkan kamar kami berada di lantai 2). Melihat tingkahku, Sora segera menarik dan menjabat tanganku dengan cepat. "Senang bisa mengenalmu Yue-chan! Namaku Sora Fubuki!"
"I-iya, sama-sama Sora-san." Aku menjawab dengan wajah yang agak memerah.
"Panggil aku 'Sora' atau 'Sora-kun'! Kita kan teman!" ia mengedipkan sebelah matanya. "Ah, sekarang sudah larut. Aku harus segera tidur kalau mau bisa bangun pagi untuk sekolah besok! Maaf tidak bisa menemanimu lebih lama lagi, Yue. Kalau aku tidak tidur sekarang, besok aku pasti terlambat! Selamat malam, Yue-chan! Jangan tidur terlalu malam."
"Selamat malam Sora." Aku membalas ucapan selamat malamnya dan melihatnya melambai untuk terakhir kali sebelum menutup jendela kamarnya. Aku menutup jendelaku dan kembali duduk di depan meja belajarku, menatap buku pelajaran yang masih terbuka di halaman yang sama.
"Orang yang aneh…" aku menggumam pelan sambil memandang ke arah jendela. Tidak pernah ada orang yang mau menjadi temanku sebelumnya, bahkan memang tidak pernah ada orang dari 'luar' yang menyadari keberadaanku. Aku tidak pernah punya teman.
"Yah, mungkin punya teman juga tidak buruk."
Malam ini, lagi-lagi aku hanya duduk di depan meja belajarku tanpa melakukan apapun. Tapi berbeda dengan hari-hari sebelumnya, hari ini aku bukan tidak belajar karena malas ataupun bosan. Bahkan aku sengaja sudah belajar dari sore saat matahari terbenam. Malam ini, aku ingin menunggu Sora.
Aku berlari ke arah jendela kamar ketika mendengar suara dari rumah Sora. Di luar, Sora sedang berada di depan pintu rumahnya dan baru saja akan memasuki rumah.
"Sora!" aku berteriak dan memanggilnya.
Mendengar panggilanku, Sora langsung menoleh ke arah kamarku dan tersenyum. "Yue-chan. Tunggu aku di atas!" ia segera berlari masuk ke dalam rumah dan menghilang dari pandanganku. Beberapa menit kemudian, terdengar suara radio dari kamarnya yang baru saja dinyalakan dan jendela kamar Sora pun terbuka. "Selamat malam."
"Selamat malam." Aku membalasnya. "Baru pulang?"
"Ya, seperti yang kau lihat." Ia menghela nafas pelan. "Aku lelah sekali… Yue-chan sudah belajar?"
"Sudah dari tadi sore." Aku menjawabnya sambil tersenyum senang. "Aku dari tadi menunggu Sora. Mau belajar bersama?"
"Menungguku?" Ia bertanya dengan bingung. "Untuk apa?"
"K-kenapa? Eh, Sora kan temanku, jadi aku… umm… aku cuma ingin mengobrol, mungkin…" aku menjawab gugup. Mana aku tahu kenapa aku ingin menunggunya! Aku memang hanya ingin punya teman bicara, teman dari luar…
"Ya sudahlah! Sekarang, bagaimana? Yue-chan mau belajar sama-sama?" ia segera mengganti topik pembicaraan. "Aku ada tugas matematika besok, dan aku sama sekali tidak bisa matematika -.- Bisa bantu aku?"
"Tentu saja, aku lumayan bisa matematika." Aku mengangguk pelan.
"Oke, kalau begitu, menjauh dari jendela!" Katanya dengan semangat sambil membawa tas ranselnya.
"M-menjauh..?"
"Iya! Cepat mundur!"
Aku segera mundur beberapa langkah dari jendela dan masih memandang Sora dengan bingung. "Sora, apa yang akan kau—"
"Minggir!" Ia mengambiil ancang-ancang untuk melompat. "Jarak kamar kita cukup dekat, hari ini aku mau main ke rumah Yue!"
"Sora, jangan!"
Terlambat…
Ketika aku membuka mataku, Sora sedang jatuh terduduk tepat di hadapanku sambil mengelus pergelangan kakinya. "Sepertinya besok aku tidak akan sanggup berjalan…" Katanya separuh bercanda.
Aku hanya bisa menggelengkan kepalanya dan membantu Sora untuk berdiri. "Bodoh, tidak apa-apa kalau cuma terkilir sedikit, bagaimana kalau kau sampai jatuh!?"
"Tenang saja, aku ini hebat dalam urusan olahraga." Ia menjawab sambil tersenyum santai. Ia membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah buku tulis dan menyodorkannya ke arahku. "Bisa bantu aku?"
Aku mengambil buku itu dan meletakkannya di meja belajarku. Sora membuka buku itu di halaman tengah dan memperlihatkan sejumlah soal padaku. Aku mengamati soal itu untuk sesaat sebelum berpaling ke arahnya dengan tatapan tak percaya. "Kau tidak bisa mengerjakan soal semudah ini?"
"Hei, hei, aku tahu aku bodoh, tapi tidak perlu mengatakannya sampai seperti itu, kan?" ia mencibir. "Itu baru dipelajari di sekolah tadi, dan aku memang belum mengerti! Makanya bantu aku!"
"Ini baru dipelajari..? Kalau soal seperti ini, aku sudah menguasainya sejak 2 bulan lalu." Kataku sambil mengambil buku pelajaran yang sedang kupelajari tadi dan membaliknya ke beberapa puluh halaman sebelumnya."Lihat? Soal ini mudah sekali. Sekolah Sora payah!"
"Berikan padaku!" Sora merebut buku itu dari tanganku dan melihat soal-soal di buku pelajaranku yang sudah terisi penuh. Ia kembali meletakkan buku itu di meja dan mengacak-acak rambutku pelan. "Dasar… Yue-chan itu jenius atau apa sih? Padahal kau belajar sendiri…"
Aku hanya tertawa dan mengembalikan pandanganku pada buku tulis Sora yang ada di meja. "Sudahlah, ayo! Kalau terlalu banyak bicara, nanti tugasmu tidak akan selesai!"
"Baik, baik!"
"Yue-chan… Soal yang ini jawabannya 15, kan?" Sora menunjuk ke arah sebuah soal yang baru dikerjakannya.
"Jawabannya 5." Aku menjawab singkat tanpa mengalihkan pandanganku dari komik yang sedang kubaca.
Sora memandangku dengan tidak sabar dan merebut komikku. "Yue-chan bahkan tidak melihat soalnya… Ayolah bantu aku! Sekarang sudah hampir tengah malam!"
Akhirnya aku mengalah mendengar rengekannya dan mengambil pensil dari tangannya, "Masih ada bagian yang salah… Ini seharusnya dibagi, baru ditambah. Hasilnya 5." Aku kembali memandangnya. "Sudah mengerti?" Sora sama sekali tidak menjawab dan hanya memandangiku sambil tersenyum. Kali ini, giliranku yang tidak sabar. "Sora, apa kau mendengarkan?"
"Yue-chan pintar sekali ya." Ia menepuk-nepuk kepalaku pelan. "Aku sudah mengerti! Terima kasih, Yue!" ia segera memasukkan buku-bukunya kembali dalam tasnya. "Aku sudah bosan belajar. Yue-chan mau jalan-jalan keluar?"
"Keluar?"
"Yap!" ia mengangguk mantap. "Sekarang sudah malam, kalau cuma kena cahaya bulan tidak apa-apa kan? Lagipula Yue-chan belum pernah keliling daerah sini kan? Di dekat sini ada taman, lho! Biasanya sebelum pulang ke rumah atau saat jenuh belajar aku mampir dulu ke sana. Yue-chan mau ikut?"
"Aku tidak tahu…" Aku menjawab ragu. "Aku belum pernah diizinkan untuk keluar sewaktu malam."
"Jangankan sewaktu malam, siang pun Yue-chan juga tidak boleh keluar kan? Ayolah, apa salahnya keluar sebentar! Lagipula tidak sehat kalau kau di dalam rumah seharian! Kau harus keluar menghirup udara segar! Ayolah Yue-chan! Kumohon!" ia kembali merengek dan mencari alasan-alasan untuk membujukku.
Memang, setelah kupikirkan, beberapa bulan terakhir ini aku sama sekali belum pernah keluar dari rumah. Ayah dan ibu tidak pernah mengizinkanku keluar, bahkan saat malam. Alasannya? Yah, tentu saja alasan standar orang tua. Berbahaya, banyak kendaraan, khawatir ada orang jahat, dan tentu saja, karena aku ini perempuan…
"Aku ikut." Aku menjawab. "Tapi kalau sampai orang tua atau adikku sadar aku pergi tanpa izin, Sora yang akan kusalahkan, mengerti?" Aku segera berjalan keluar kamar. "Cepat kembali ke kamarmu dan turun. Aku tunggu di depan rumah."
"Baiklah!" Sora segera menuju ke arah jendela. Tiba-tiba ia berhenti dan berpaling ke arahku. "Err… Kau bilang akan menyalahkan… aku?"
"Sudah tidak usah banyak tanya! Ayo cepat!" aku menutup pintu kamar dan berjalan ke bawah. Di lantai satu, semua lampu sudah dimatikan. Perlahan-lahan aku berjalan melewati ruang tamu, kubuka pintu depan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara dan langsung berlari keluar rumah.
Di luar, Sora sudah menungguku di depan rumahnya dengan gelisah. Begitu melihatku keluar ia buru-buru menghampiriku, "Kau tidak ketahuan kan?"
"Tentu saja tidak." Aku menjawab sambil tertawa kecil. "Apa kau benar-benar sekhawatir itu?"
"Mengingat kau bilang kau akan menyalahkanku jika kau ketahuan, ya. Aku sangat khawatir." Ia mengeluh dan menggenggam tanganku. "Jangan jauh-jauh, aku tidak mau kau tersesat nanti."
"Tidak akan."
"Ternyata tempat ini lumayan luas juga." Aku duduk di sebuah bangku panjang yang ada di taman itu sambil merenggangkan tubuhku. "Terima kasih sudah mengajakku ke sini."
"Ya, yang penting kau senang." Sora tersenyum dan ikut duduk di sebelahku dengan santai. Ia mengeluarkan sebuah kertas dan pensil dari dalam saku celananya dan mulai menggambar sesuatu.
Aku menoleh dan memperhatikannya untuk beberapa saat, "Sedang apa?"
"Kelihatannya?" Ia tertawa kecil sebelum menunjukan gambar manga yang ada di kertas yang dipegangnya. "Aku menggambar! Coba lihat!"
Aku mengambil kertas itu dan mengamatinya sesaat, gambar itu cukup sederhana, hanya gambar seorang anak laki-laki sedang duduk di sebuah taman, disebelahnya duduk seorang anak perempuan berambut pendek. Aku tertawa kecil melihat gambar itu dan memberikannya kembali pada Sora, "Kau menggambar kita."
"Memang! Kau suka?"
"Tentu saja, gambarmu bagus." Aku menjawab. "Sora ingin jadi komikus ya?"
"Itu cita-citaku." Ia menjawab sambil tersenyum bangga. "Aku hanya punya satu komik di rumah, dan komik itu benar-benar bagus! Melihat komik seperti itu, aku jadi ingin menjadi komikus. Lain kali akan kubawa agar Yue-chan bisa melihatnya."
"Bagus seperti apa?"
"Eh, sebenarnya itu komik yang agak aneh, bahkan aneh sekali." Sora berkata geli. "Jadi komik itu menceritakan tentang keadaan di masa depan, di mana sudah banyak robot-robot diciptakan. Lalu, seperti sekarang, robot-robot itu bisa berinteraksi, melakukan kegiatan, yah, sama seperti manusia! Nah, di komik itu, ada sebuah robot kucing yang membentuk sebuah tim baseball!"
Sora tertawa sejenak sebelum melanjutkan ceritanya. "Timnya bisa dibilang paling buruk dibandingkan seluruh tim yang lain! Tapi ada suatu pertandingan dimana ketika seluruh anggota timnya bermain dengan semangat, dan itu pertama kalinya mereka dapat memenangkan pertandingan. Dari sanalah mereka baru mencoba untuk menjadi pemain baseball professional!"
"Robot kucing?" Aku menahan tawa. "Cerita yang menarik."
"Bilang saja kalau kau menganggap cerita itu lucu." Ia tertawa kecil. "Aku juga menganggap ide itu agak aneh kok! Kadang-kadang aku tertawa sendiri kalau membaca komik itu. Tapi itu benar-benar komik yang bagus lho! Selain lucu, ada beberapa bagian juga yang membuatku sadar betapa pentingnya sahabat." Ia tersenyum.
"Aku sudah bilang kan, sebenarnya aku ini tidak punya banyak teman. Bahkan hanya Yue satu-satunya sahabatku. Kalau aku sedang kesepian dan membaca komik itu, kadang-kadang aku merasa bodoh. Robot saja bisa punya banyak teman, bagaimana aku? Seharusnya justru aku bisa punya lebih banyak! Jadi paling tidak, setiap kali membaca komik itu, setidaknya aku jadi kembali semangat!" Ia tersenyum senang dan menatapku, "Karena itu aku juga ingin bisa menjadi komikus yang bisa membuat komik yang bagus seperti itu."
Aku tertegun dan berbalik memandang Sora. Aku tidak tahu, aku sama sekali tidak pernah menyangka bahwa Sora yang selalu terlihat senang, ceria dan kuat, ternyata sebenarnya selalu kesepian. Aku tidak ingin melihatnya seperti ini. "Aku—"
"Aku senang Yue mau menjadi sahabatku!" Ia memotong. "Aku benar-benar menyayangi Yue-chan."
Aku tersenyum lembut dan menggenggam tangannya. "Aku juga. Aku senang Sora mau menjadi sahabatku." Tanpa kau tahu, kau juga satu-satunya sahabatku, Sora-kun.
"Ne, Yue-chan! Bagaimana menurutmu?" Seperti malam-malam sebelumnya, aku dan Sora sedang berjalan-jalan di tengah malam sementara Sora menunjukkan gambar-gambar ataupun komik pendek yang dibuatnya di sekolah tadi.
Aku memandang gambar dua orang anak sedang bermain di sebuah taman bermain dan menggelengkan kepalaku sambil tertawa pelan, "Ini gambar yang aneh."
"Eh? Kenapa?"
"Pertama, kau selalu menggunakan kita berdua sebagai modelnya, dan kedua, kau menggambar latarnya saat siang hari. Kau tahu aku tidak bisa keluar saat siang kan, Sora?"
"Tentu saja aku tahu… Karena itu aku mencoba mewujudkan impianmu!" Ia tersenyum dan kembali meneruskan gambarnya. "Aku ingin Yue-chan bisa keluar saat siang hari."
"Sudahlah, ayo pulang." Aku berdiri dari tempat aku duduk dan menarik Sora untuk berdiri. "Sekarang sudah sangat larut dan kau akan terlambat jika tidak cepat pulang."
"Iya, iya." Ia bangkit dengan malas. "Memang Yue sudah mengantuk?"
"Tentu saja belum." Aku mencibir. "Aku baru akan tidur pagi nanti. Tapi Sora besok harus sekolah kan? Kau tidak boleh tidur terlalu malam!" Melihat Sora yang balas mencibir, aku tertawa. "Maaf kau harus menemaniku setiap hari."
"Tidak apa-apa. Aku senang bisa menemani Yue, lagipula aku butuh Yue untuk menilai gambar-gambarku setiap hari." Ia ikut tertawa. "Yue itu benar-benar sahabatku yang paling berharga. Sungguh!"
"Ya, Sora juga sahabatku yang berharga." Aku menggenggam tangannya dan berjalan di sampingnya menuju ke arah rumah kami.
Aku sudah dapat melihat kamarku ketika menyadari bahwa ada seseorang yang sudah menungguku di depan pintu rumah. Ibu.
A/N: Dooweeeeng… nama cowoknya jelek amat… Sora :P uda gitu Title sama Summarynya jelas-jelas ngasal… bingung sih yaw… huwhuwhuw XD R&R please!