Hei hei hei! Sudah lama sekali tidak bersua. Akhirnya setelah perjuangan sekian bulan, saya sudah resmi terbebas dari Skripsi dan teman-temannya :D
Dan untuk merayakan kebebasan tersebut, I give you this new story, Of Men and Flowers!
Sekali lagi, cerita ini masih banyak kekurangan dan pastinya butuh perbaikan. Oleh karena itu, silahkan dibaca, ditandai jika ada yang salah dan gak 'sreg', dan direview!
Terimakasih bagi yang sudah mau baca cuap-cuap gak penting ini. Enjoy the story!
LOYD
Teriakan itu terdengar sesaat setelah aku keluar dari kedai minum, tempat kami beristirahat sebelum memasuki perbatasan Kerajaan Bloesem. Mataku menangkap seekor kuda jantan berbulu cokelat yang ditunggangi seorang anak perempuan melaju dengan cepat ke arahku. Terkejut, aku berusaha menghindar dari terjangan kuda itu. Namun gerakan kakiku yang terlalu terburu-buru membuatku terjatuh ke tanah.
"Hei!" teriakku pada anak perempuan itu, berusaha menghentikannya dan menegurnya karena tindakannya yang ceroboh. Namun ia tidak berhenti. Anak perempuan itu hanya menoleh, dan rambut merah mudanya yang dikucir dua, bergerak seiring dengan gerakan kepalanya.
"Maaf!" balasnya berteriak, "Aku sedang terburu-buru!"
"Apa?..."
Untuk sesaat aku tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Yang aku tahu, aku baru saja ditabrak oleh seekor kuda dan anak perempuan berambut merah muda. Merah muda! Ini pertama kalinya aku bertemu dengan seseorang yang benar-benar memiliki rambut berwarna merah muda.
"Loyd?" tanya Lyra yang sudah keluar dari kedai minuman bersama dengan Runa. "Kau kenapa? Kau bilang kau ingin keluar mencari udara segar, kenapa malah duduk di tanah?"
"Ada seorang anak perempuan yang hampir menabrakku dengan kudanya," jawabku sambil mencoba berdiri. Runa mengulurkan tangannya padaku, membantuku berdiri.
Runa menatapku dengan sebelah alis terangkat. "Kau yakin bukan kau yang menghalangi jalannya, Loyd?"
"Runa, jangan mulai menjahili Loyd," tegur Lyra sebelum aku sempat membalasnya. "Apa kau baik-baik saja? Tidak terluka?" tanya Lyra lagi. Aku mengangguk menjawab pertanyaan Lyra. "Syukurlah…" kata Lyra sambil melihat kondisiku. "Kalau kau baik-baik saja, sebaiknya kita segera melanjutkan perjalanan. Beberapa jam lagi kita akan sampai di Kerajaan Bloesem."
"Kita akan pergi ke arah sana kan?" tanyaku sambil menunjuk arah anak perempuan berambut merah muda dan kudanya pergi.
"Ya. Aku rasa dalam waktu dekat kita akan segera melihat perbatasan dengan Kerajaan Bloesem." Runa dan Lyra sudah menaiki kereta kuda Kerajaan Fyria yang membawa kami menuju Kerajaan Bloesem.
"Bagus! Berarti aku bisa menemukan gadis berambut merah muda itu dan memberikannya pelajaran menunggang kuda yang benar," seruku sambil duduk di hadapan Runa dan Lyra.
"Merah muda?" tanya Lyra heran, "Kau yakin kau melihat rambut berwarna merah muda?"
Aku menatap sinis ke arah Lyra. Sampai sekarang aku tidak mengerti bagaimana kedua orang ini bisa memiliki kemiripan yang sama, terutama dalam hal menyindir orang. Yah, mungkin itulah yang membuat mereka akan menikah tahun depan. Kurasa mereka sudah bisa mentolerir sindiran masing-masing. "Aku cukup yakin aku bisa membedakan warna dengan sangat jelas, Lyra."
Lyra tertawa mendengar komentarku. Aku bersandar pada bantalan kursi yang empuk sambil melipat kedua tangan. Berusaha membuat diri nyaman saat kereta mulai bergerak menuju Kerajaan Bloesem.
"Maksudku bukan seperti itu, Loyd. Kalau kau memang melihat anak berambut merah muda, berarti aku bisa membantumu menemukannya."
"Oh ya?"
"Oh!" seru Runa tiba-tiba, "Maksudmu mereka?"
"Hah?" tanyaku kebingungan, "Siapa?"
ROSELLA
Rasanya kepalaku mau pecah. Entah sudah berapa lama aku berputar mencari mereka namun sampai sekarang aku masih tidak bisa menemukan mereka. Di mana kedua anak itu? Demi Tuhan, Flint. Aku tidak menyangka aku akan kewalahan mengurus mereka berdua. Seandainya kau ada di sini…
"Yang Mulia?" suara seseorang yang sudah sangat kukenal memanggilku dari belakang.
"Arthur!" seruku, tidak sanggup menahan rasa legaku.
"Ada masalah apa, Yang Mulia? Kenapa Yang Mulia terlihat begitu gelisah?"
"Aku tidak bisa menemukan Krisan dan Anyelir. Lagi. Aku sudah mencari ke semua ruangan dan meminta para pelayan membantu mencari namun sampai sekarang aku tetap tidak bisa menemukannya!" seruku frustasi. "Padahal nanti siang tamu dari Kerajaan Fyria akan datang berkunjung! Bagaimana aku bisa menyambut mereka kalau aku tidak bisa menemukan kedua putriku!"
Arthur, salah satu guru yang bertanggung jawab pada pendidikan sejarah dan tata krama kedua putriku meletakkan tangannya di kedua bahuku. Mencoba menenangkanku. Kurasa, ia sedikit berhasil membuatku menghentikan gerakanku.
"Yang Mulia tidak perlu panik. Aku yakin mereka akan baik-baik saja. Aku akan membantu mencari."
Aku mencoba menenangkan diri, sambil mendengarkan kata-kata Arthur. Ya. Arthur pasti bisa menemukan mereka. Aku yakin Arthur bisa melakukannya. Selama ini selalu begitu kan?
"Baiklah." Aku menghela nafas sekali lagi. "Temukan mereka, Arthur. Dan suruh mereka menemuiku di ruang Lilac dalam kondisi rapi dan… seperti putri."
Arthur mengangguk sebelum akhirnya pergi untuk mencari Krisan dan Anyelir. Kepalaku masih berdenyut memikirkan kemungkinan di mana Krisan dan Anyelir berada. Setelah tenang, aku memutuskan untuk bersandar pada dinding batu granit yang dingin. Mataku tertuju pada sebuah lukisan besar, di mana aku bisa melihat empat sosok yang tersenyum dengan lebar. Aku, Krisan, Ayelir, dan Flint, almarhum suamiku.
Kuhembuskan nafas kembali, entah sudah yang keberapa kalinya hari ini. "Flint… Seandainya kau ada di sini… Aku yakin semua ini akan lebih mudah."
LYRA
Di depanku, Loyd sudah tertidur setelah tadi berusaha mengorek siapakah gadis berambut merah muda yang kumaksud. Kusenggol sedikit pinggang Runa yang sekarang sedang mencoba bersandar pada bahuku.
"Jangan tidur dulu, Runa."
"Tapi aku lelah sekali… Tadi kita pergi terlalu pagi. Aku hanya tidur satu jam sebelum kita berangkat," keluh Runa.
Tidak tega melihatnya yang kelelahan, aku membiarkannya bersandar. "Kau pikir ini akan berhasil?"
"Hmm?"
"Loyd baru 17 tahun, Runa. Kalau Shiena tau, kau pasti akan dihabisi."
"17 tahun adalah umur yang matang untuk kita bertunangan. Kenapa Loyd tidak bisa melakukannya?" bisik Runa, "Lagipula, Shiena sedang ada di sisi dunia yang lain. Dia tidak akan tahu… Mungkin sampai waktu kita menikah nanti."
Aku terdiam mendengar jawaban Runa. Shiena memang sedang tidak ada di Fyria dan sekitarnya. Kurasa, Runa akan aman sampai beberapa waktu ke depan.
"Kalau begitu berjanjilah padaku. Jika Shiena sampai tahu sebelum kita menikah, berusahalah untuk tetap hidup sampai hari pernikahan kita. Aku tidak ingin berdiri sendiri di altar."
Runa mengangguk pelan. "Kurasa…" gumam Runa, "Aku bisa mengatasinya…" .
Aku tersenyum, puas dengan jawabannya. Dan sekarang, aku sudah bisa melihat warna-warni bunga dari jendela kereta, pertanda bahwa kami akan segera sampai di Kerajaan Bloesem.
Is it bad? Or good?
Review please? :)