ROSELLA
"Yang Mulia."
Panggilan itu membuatku berhenti menandatangani beberapa laporan yang diberikan Arthur untuk mendongak dan melihat sosok Zephyr dan Aster di pintu ruanganku. "Zephyr, Aster. Silahkan duduk." Arthur yang masih berdiri di sebelahku membereskan beberapa laporan yang sudah selesai kuperiksa.
"Ada keperluan apa kalian pagi-pagi datang kemari?" tanyaku penasaran.
"Yang Mulia, ada beberapa kondisi yang harus saya laporkan pagi ini."
Aku menatap salah satu penasehat penting kerajaan kami. Aster memberikan beberapa lembar dokumen kepadaku sebelum Zephyr berbicara kembali. Aku meneliti dokumen-dokumen itu sekilas dan menatap kembali ke arah Zephyr.
"Kondisi cuaca saat ini mulai berubah, Yang Mulia. Tidak menutup kemungkinan kalau di kemudian hari, badai angin akan menghampiri Bloesem. Badai ini akan membawa beberapa wabah dari negeri seberang yang sampai saat ini, belum bisa saya pastikan akan memberikan dampak apa pada panen kita di tahun ini."
"Kalau hanya badai angin, itu sudah biasa kan? Setiap tahun kita juga mengalaminya," kataku heran, "Dan soal wabah yang akan muncul nanti, aku yakin kau dan Aster akan bisa menghadapinya seperti yang sudah-sudah."
"Yang Mulia," nada urgensi dalam suara Zephyr membuatku mulai memusatkan perhatianku. "Ibu Bunga kita mulai menunjukkan tanda-tanda menguning di ujung kelopaknya pagi ini."
Tanganku mulai meremas dokumen yang ada dalam pegangan tanganku. "Maksudmu?"
Zephyr menatapku kembali dan sekilas aku bisa melihat sekelibat percakapan di masa lalu. "Sudah 15 tahun berlalu, Yang Mulia." Kata-kata Zephyr membuatku bernafas lebih lambat. "Sudah 15 tahun berlalu semenjak Yang Mulia dan Raja Flint membuat keputusan itu." Aku bisa merasakan Arthur dan Aster menatap kami dalam sikap diamnya.
"Jam pasir mulai mengalir, Yang Mulia. Badai kali ini tidak akan semudah badai-badai sebelumnya."
Senandung dari bibir Anyelir mengisi lorong-lorong panjang yang dilaluinya. Beberapa pelayan yang bertemu dengan Anyelir ikut tersenyum dan tidak jarang melanjutkan senandung itu. Sifat Anyelir yang ceria ini hanya bisa ditemui saat gadis itu tidak mempunyai jadwal belajar di kelas bersama dengan Arthur.
"Hari memang indah saat kita tidak harus duduk di dalam kelas!" seru Anyelir sambil melompat-lompat di sepanjang lorong. "Oh! Hai Aster! Tuan Zephyr!" seru Anyelir saat melihat kedua orang itu keluar dari ruangan ibunya diikuti Arthur, "Hai Arthuuurr!" Ketiga orang itu berdiri diam di depan pintu sampai Anyelir berdiri di depan mereka.
"Kau benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa senangmu saat aku membatalkan kelas hari ini kan?" tanya Arthur yang masih tidak terbiasa dengan keceriaan Anyelir yang berlebihan.
"Tentu saja!" seru Anyelir sambil tersenyum lebar, membuat Aster ikut menggelengkan kepalanya. "Sedang apa kalian di sini pagi-pagi sekali?"
"Tentu saja bekerja, Anyelir," sahut Aster.
"Oh ya? Sayang sekali kalian harus bekerja di hari yang indah seperti ini." Anyelir bergerak memutari mereka, jelas-jelas tidak bisa berdiri diam sebentar saja.
"Anyelir."
"Ya?" jawab Anyelir semangat saat mendengar namanya dipanggil oleh Tuan Zephyr. Tatapan Tuan Zephyr hanya bisa membuat Anyelir diam sebentar saja, sebelum akhirnya gadis itu berbicara lagi. "Tuan Zephyr, kurasa kau harus sering berlatih tersenyum. Aku yakin otot-otot wajahmu akan lebih rileks saat kau sering tersenyum," saran Anyelir.
"Anyelir!" bisik Aster ngeri. Arthur hanya melotot mendengar komentar itu. Namun, Tuan Zephyr hanya menghembuskan nafasnya dan mengangkat tangannya untuk mengacak-acak rambut Anyelir.
"Tuan Zephyr?" Aster jelas-jelas heran melihat reaksi atasannya, sementara Anyelir hanya tersenyum lebar.
"Aster." Aster terlihat gelagapan saat mendengar namanya dipanggil. Ia kembali melemparkan tatapan "jaga sikapmu" pada Anyelir sebelum ia mengikuti langkah Tuan Zephyr keluar istana.
"Suatu saat nanti sikapmu akan bisa membunuh kita semua, Anyelir," kata Arthur yang masih berdiri di sebelah gadis itu, jelas-jelas lega karena reaksi Tuan Zephyr tenang-tenang saja.
"Ayolah, Arthur. Aku kan hanya memberikan saran untuk Tuan Zephyr supaya ia terlihat lebih bersahabat." Anyelir menyikut pinggang Arthur main-main, berusaha mencairkan suasana. "Setelah ini kau mau kemana, Arthur?"
"Aku masih ada urusan dengan ibumu. Kau sebaiknya menghabiskan hari ini dengan sebaik mungkin karena besok akan menjadi hari yang sangat panjang untukmu."
"Urusan besok akan kupikirkan besok saja," kata Anyelir santai. Ia kembali melangkahkan kakinya sembari bersenandung.
"Oh ya, Anyelir. Apa kau tau ada peristiwa apa 15 tahun yang lalu?" tanya Arthur tiba-tiba.
Anyelir berhenti melangkah dan kembali menghadap Arthur. "15 tahun yang lalu? Hmm... Ulang tahunku yang ke 1?" Arthur menaikkan sebelah alisnya mendengar jawaban itu. "Ayolah, Arthur. Aku masih kecil sekali waktu itu. Mana aku tau ada kejadian penting apa selain ulang tahunku."
"Kau benar. Aku yang bodoh sudah bertanya padamu." Arthur mengangguk pasrah. "Sudah, sebaiknya kau segera kembali melakukan kegiatanmu entah apapun itu."
Anyelir melambaikan tangannya untuk mengantarkan kepergian Arthur, sementara ia kembali berputar untuk menghabiskan hari santainya.
RUNA
Pandanganku tiba-tiba terhalang oleh sepasang tangan yang menutupi mataku. Namun, karena tangannya terlalu kecil, aku masih bisa melihat melalui sela-sela jarinya.
"Anyelir?" tebakku.
Tangan itu terlepas dari mataku dan akhirnya pandanganku digantikan oleh wajah cemberut Anyelir. "Bagaimana kau tau kalau ini aku?"
Spontan, aku menyentil dahinya yang tidak tertutup poni. "Kau terlalu pendek untuk bisa menutup mataku. Leherku seperti dicekik oleh tanganmu."
Anyelir hanya cemberut mendengar reaksiku dan aku hanya bisa tertawa. Ia kemudian berdiri di sebelahku, ikut-ikutan menatap ke depan. "Apa yang sedang kau lihat, Runa? Bukan pemandangan kan?" tanya Anyelir penasaran.
"Itu," tunjukku dengan gerakan kepala. Anyelir mengikuti arah pandanganku, masih terlihat bingung. Sedetik kemudian, ia menangkap pemandangan yang menjadi fokusku. Lebih tepatnya, dua sosok orang yang sedang berjalan menyusuri taman belakang halaman istana.
"Krisan?" tebak Anyelir, matanya kembali menyipit saat mencoba melihat sosok yang sedang berjalan bersama kakaknya. "Dan Loyd?"
"Yap."
"Sedang apa mereka di sana? Tumben, aku melihat Krisan dan Loyd berduaan."
Aku melirik dari sudut mataku. "Hei, apa aku mendengar nada kecemburuan dari situ?"
"Siapa? Aku?" tanya Anyelir heran. "Tidak... Aku hanya heran karena Krisan jarang-jarang mau menemani tamu kerajaan hanya seorang diri. Ia lebih suka berbicara dengan bunga-bunga kesayangannya."
"Oh ya? Bukankah itu sudah kewajiban kalian untuk menjadi perwakilan kerajaan saat Ratu Rosella tidak bisa melaksanakan tugasnya? Bagaimanapun juga kalian adalah seorang putri kerajaan kan."
"Hmmm. Memang benar. Tapi, selama kami bisa melakukan hal lain yang lebih menyenangkan, kenapa tidak?"
Wah. Aku benar-benar iri dengan pemikiran simple anak ini. Memang benar mereka adalah seorang putri, tapi kewajiban dan status tersebut nampak tidak mempengaruhi mereka sebagai pribadi. Entah itu karena pengaruh umur atau tidak, tapi satu hal yang pasti, baru kali ini aku bertemu karakter yang seperti Anyelir.
"Kau memang selalu hidup sesuai dengan kemauanmu ya. Tapi aku perhatikan hari ini kau terlihat lebih bersemangat daripada biasanya." Anyelir mengangguk dengan penuh semangat mengiyakan pernyataanku. "Apa karena hari ini kau tidak ada kelas bersama Arthur?"
Anyelir kembali menangguk dengan lebih semangat. "Hari memang terlihat lebih indah jika dihabiskan di luar ruangan kan?" seru Anyelir, jelas-jelas terlihat bahagia. "Tapi, bagaimana kau tahu kalau hari ini kelas diliburkan?"
"Tentu saja aku tahu. Karena kalau tidak diliburkan, maka mereka berdua tidak akan pernah mendapatkan kesempatan berduaan," sahutku sambil menunjuk ke arah Loyd dan Krisan yang masih berada di halaman belakang. "Jadwal kalian terlalu padat untuk pendidikan seorang putri. Jadi, Ratu Rosella memberikan kelonggaran selama beberapa hari ini agar Loyd dan Krisan bisa mengenal lebih jauh,"
Anyelir jelas-jelas terlihat bingung dengan perkataanku. "Maksudmu? Kenapa mereka berdua harus mengenal lebih jauh? Kenapa ibu harus membatalkan kelas hari ini supaya Loyd dan Krisan bisa jalan-jalan berdua di taman?"
Aku balik menatap Anyelir bingung. "Kau tidak tau? Ratu Rosella tidak bilang apa-apa padamu soal perjodohan ini?"
"Perjodohan?!" seru Anyelir kaget, "Maksudmu, Ibu akan menjodohkan Krisan dan Loyd selama kunjungan kalian di sini? Atau sebenarnya kalian datang ke sini sengaja untuk membahas soal perjodohan ini? Atau memang sudah ada perjanjian dari dulu bahwa Krisan dan Loyd akan dijodohkan?"
Dalam sekejap, aku hanya bisa terdiam mendengar rentetan pertanyaan Anyelir yang tidak ada habisnya. "Kau benar-benar tidak tau soal ini sama sekali?" tanyaku kembali.
"Tidak!" seru Anyelir cepat.
"Oke. Oke. Kau tidak perlu teriak-teriak seperti itu kan? Lagipula, kenapa kau terdengar kaget seperti itu? Maksudku, perjodohan di antara kerajaan kan adalah hal yang biasa di jaman ini."
"Tapi, tapi..."
"Tenanglah, Anyelir. Perjodohan ini kan tidak berarti Krisan dan Loyd akan menikah besok. Mereka hanya mencoba mengenal lebih dekat kok." Aku mencoba menjelaskan kembali seperti aku menjelaskan permasalahan ini kepada Loyd kemarin. Benar-benar deh. Ada apa sih dengan anak-anak ini. Kenapa masalah perjodohan saja dibuat menjadi sebesar ini?
"Maksudku bukan seperti itu, Runa. Kenapa Krisan?"
Aku tidak bisa menahan diriku untuk menatap Anyelir lebih dekat. Oke. Jelas ada yang aneh di sini. Keterkejutan dan nada penolakan mengenai perjodohan ini yang keluar dari mulut Anyelir membuatku bertanya-bertanya. "Jadi maksudmu kau yang ingin dijodohkan dengan Loyd? Bukannya Krisan?" tanyaku jahil.
"Hah? Bukan begitu!"
Aku spontan tertawa mendengar reaksinya. Jelas-jelas dia terpancing dengan kata-kataku. "Kalau kau memang menyukai Loyd, kau bisa meyakinkannya untuk memilihmu, Anyelir. Loyd sendiri belum memutuskan apakah dia akan memilih Krisan atau kau sebagai calon istrinya. Di hari terakhir kunjungan kami kemari, Loyd akan menentukan pilihannya."
"Sudah kubilang bukan begitu maksudku!" seru Anyelir kembali. "Tunggu! Maksudmu dia akan menentukannya di hari terakhir kunjungan kalian itu bagaimana? Dia belum serius akan memilih Krisan?"
Nah kan. Memang sepertinya Anyelir menyimpan rasa pada Loyd. "Kau masih punya waktu sekitar 1 minggu lagi untuk meyakinkan Loyd, Anyelir. Bagaimana?"
Anyelir tidak menjawab pertanyaanku. Ia nampak sibuk dengan pikirannya sendiri setelah mendengarkan saranku. Hmm siapa yang mengira kalau perjodohan Loyd akan menjadi semenarik ini?