Author's Pov

Hari ini seperti biasa sepulang kuliah, Triana akan langsung bergegas kesebuah Kafe yang kebetulan tidak terlalu jauh dari kampusnya. Dengan diantar oleh sahabatnya Vania, sampailah dia dikafe tempatnya bekerja. Kafe Tarlia adalah nama kafe saat ini dia bekerja.

"Makasih ya Van, udah mau nganterin gue." Kata Ana sambil menurunkan kakinya dari motor.

"Yaelah lo Na, sampai kapan lo mau makasih? Nyantai aja kali, gue kan sahabat lo. Jadi gue bakal tiap hari nganterin lu kemana aja kalau gue bisa." Vania memerucutkan bibirnya.

"Hehe.. Bukannya gitu, gue gak mau aja kalo gue dicap orang yang gak mau berterimakasih. Oh iya, lo mau kedalem dulu gak?" tawar Ana pada Vania, sambil menyerahkan helm berwarna hijau muda.

"Euumhh... Gue gak ada acara lagi sih kayannya hari ini. Gue temenin lu aja boleh ya Sekalian ngajak lu ngobrol, biar gak bosen." Sekarang Vania memainkan alisnya naik turun.

"Halah.. Lo bisa aja. Palingan lo cuma mau minum sama makanan gratis, ya kan?" Ana menyenggol bahu Vania, hampir akan tersungkur.

Vania pun merangkul Triana sambil berbisik pada telingannya. " Lo tau aja sih kalau gue suka gratisan?"

Seketika tawa pun pecah diantara mereka berdua. Sambil terhuyung-huyung karena tertawa merekapun memasuki Kafe sambil tak berhenti tertawa, membuat semua penghuni kafe melirik kearah mereka dengan tatapan bingung.

Vania memang sering ikut ke kafe untuk menemani Triana bekerja jika dia tidak ada tugas kuliah yang harus dikerjakan. Untung saja manajer dari kafe tersebut sangat menyukai Triana. Jadi dia sama sekali tidak keberatan jika Triana membawa Vania serta saat bekerja. Toh Vania juga tidak pernah berbuat ulah yang dapat merugikan atau mengganggu kegiatan dikafenya itu.

"Ana, Kamu sudah datang? Wah.. Vania juga ikut ya?" Ujar seorang pria yang ternyata merupakan manajer dari kafe tersebut.

"Eh iya pak, aku sekalian ngajak Vania juga Pak. Kasian dia gak ada acara, kalau sendirian dikosan ntar disamperin kolor ijo pak." jawab Ana sambil tertawa cekikikan.

"Ah kamu bisa aja, yaudah kalian buruan masuk aja. Oh iya Ana, kamu langsung ganti baju pake seragam aja ya!" perintah manajer itu, sambil berlalu meninggalkan mereka berdua.

"Na, lo tega banget sih ngeledekin gue depan Pak Fandy kaya gitu. Gue kan malu." Vania berkata sambil cemberut.

"Sorry ya Van, gue kan becanda." Kata Anna sambil mencubit pipi Vania.

Merekapun masuk keruang ganti dan Triana bergegas mengganti Pakaiannya dengan seragam khusus milik kafe tersebut.

Karna hari ini hari sabtu, maka seperti biasa banyak sekali pengunjung yang datang bersama pasangannya. Sehingga membuat Ana kewalahan melayani para pengunjung.

Untung saja Triana sudah sangat mahir dalam melayani pelanggan. Jadi sedikit meringankan pekerjaanya.

Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu. Saat ini hari sudah semakin malam. Artinya sebentar lagi dia bisa pulang dan mengistirahatkan tubuhnya dari segala kegiatannya hari ini.

"Ana.. Bisa keruangan saya sebentar gak?" Suara Fandy mengejutkan Triana yang sedang membereskan meja bekas pelanggan.

"Oh iya pak, nanti aku kesana setelah selesai membersihkan ini." jawab Anna sambil menangkup nampan berwarna coklat didadanya.

"Yasudah saya tunggu ya!" Fandy tersenyum manis sambil berlalu dari tempat itu.

"Ini uang buat apa pak? Gajian kan masih lama?" tanya triana bingung sambil memandang uang yang ada di amplop berwarna coklat muda.

"Siapa bilang itu uang gajihan. Sekarang kan masih tengah bulan?" Jawab Fandy sambil menggeleng-gelengkan kepalanya kekiri dan kekanan.

"Terus kalau uang gajihan ini uang apa dong? Pesangon?" tanya Ana beruntun, yang nampak masih kebingungan.

"Pesangon, memangnya kamu mau dipecat? Itu bonus buat kamu, karna kamu sudah bekerja dengan baik." Fandy tersenyum tulus sambil beranjak dari kursinya.

"Eumh, kayanya aku ga bisa nerima deh Pak. Aku kan kerja sama kaya yang laennya. Aku gak enak sama yang lain. Masa aku aja yang dapet bonus. Kalau bapak mau kasih bonus kepegawai, ya bagi rata aja." kata Triana menolak uang yang diberikan kepadanya.

Fandy mendekat kearah Triana, sangat jelas dari tatapan matanya dia sangat mengagumi gadis itu. Dia menarik tubuh Ana dan mendekatkan bibirnya pada telinga Triana.

Triiana nampak gugup berada dalam situasi ini, jelas saja seorang manajer yang ganteng dan terkenal tegas ini saat ini berada sangat dekat dari dirinya. Jika para karyawan lain melihat mereka saat ini, mungkin Ana akan dicerca habis-habisan oleh para karyawan juga pelanggan yang sangat mengidolakan manajer ganteng itu.

Anak dari pemilik Kafe itu saja rela membujuk ayahnya agar Fandy tidak dioper ke kafe cabang lain yang ada di jawa timur. Fiana memang sangat menyukai Fandy, tapi fandy justru tidak menanggapinya.

Bukan karna dia tidak tau itu, tapi dia sudah memiliki pujaan hati lain, yang sudah sejak setahun terakhir ini. Sering ia temui, ya jelas karna dia adalah karyawannya sendiri. Triana yang saat ini ada dihadapannya.

"Aku juga sering kasih bonus kepegawai lain, tapi kamu gak tau kan? Anggap aja ini hari keberuntungaan kamu, karna sekarang adalah giliran kamu mendapat bonus itu" Fandy menarik wajahnya dari Triana.

"Tapi apa bapak juga memberi bonus sebesar ini pada mereka?" Ana masih tetap memandang segepok uang yang terdiri dari pecahan seratus ribuan dan lima puluh ribuan.

Dia bingung kenapa manajernya itu memberikan bonus yang dua kali lipat lebih besar dari gajinya selama 1 bulan.

Fandy mendekat dan menangkup pipi Triana gemas. Dia sangat ingin mencubit ataupun menggigit bibir merah milik Triana yang saat ini sedang ditekuk keluar sehingga menambah ukurannya saat dilihat.

"Sudahlah jangan banyak bertanya, kamu kan sudah setahun kerja disini. Sebenarnya ada bonus bulanan, tapi kami tidak memberikan bonus tiap bulan pada pegawai. Kita mengkalkulasikannya selama satu tahun terlebih dahulu." dia menarik tangannya dan mengambil jaket jeans nya lalu menyampirkannya di pundaknya yang tegap.

"?- /"

Fandy berjalan menuju pintu bermaksud untuk pulang. Tapi saat tangannya hendak menekan kenop pintu,dia berhenti dan menoleh kembali pada triana yang saat ini sedang bingung memilih menerima uang itu atau mengembalikannya lagi.

"Kamu mau terus berdiri disitu? Sudah jam pulang, ayo cepat pulang. Gak baik anak gadis pulang malem-malem." dia memiringkan wajahtampannya menatap Triana.

"Oh iya.. Kamu jangan heboh ya, jangan sampai orang lain tau kalau kamu dapet bonus hari ini. Ntar anak-anak pada minta kasbon." ujarnya sambil mengedipkan mata sebelah kirinya.

Spontan Triana pun langsung menganggukan kepalanya kaku. Sementara fandy pergi menuju parkiran sambil memutar-mutarkan kunci mobilnya dijari telunjuknya.

Dia tampak bahagia karna Triana sudah mempercayai bualannya. Ya walaupun berbohong itu dosa, tapi dia bukan bermaksud jahat. Dia hanya ingin membantu Triana yang dia tau saat ini sedang bermasalah dengan uang.

Dia pun melajukan BMW nya dan memecah kesunyian malam ibu kota dengan mobilnya. Sambil tak berhenti tersenyum memikirkan gadis pujaannya.

Hai... Aku mau coba terus nih nulis cerita ini walaupun sama sekali gaada yang baca. Semoga aja ada keajaiban dengan banyaknya pembaca dan pe-revieuw cerita abalku ini.

Created By. Meiy