Api memenuhi seluruh ruangan.
Cahayanya menyakitkan mata. Tidak ada yang bisa dihirup selain kumpulan asap. Matanya berair karena terasa begitu perih.
Gadis itu tergeletak di pojok ruangan. Tidak bergerak. Tidak ada suara yang bisa di keluarkannya. Matanya nyalang menatap cahaya kemerahan yang bergerak semakin mendekatinya. Suara gemeretak dari tiang kayu, dinding, dan atap rumah memenuhi telinganya. Tubuhnya sudah mati rasa. Sebuah tiang rumah berada di atas tubuhnya yang mungil.
Ia tahu ia akan mati. Sama seperti ayah dan ibunya serta kakak perempuannya yang sudah ditembak di kepalanya. Ia tidak tahu kalau wanita itu akan melakukan hal seperti ini kepada keluarganya. Wanita yang sudah begitu baik kepada keluarganya.
Sebuah ledakan terdengar kembali. Gadis kecil itu menutup matanya saat serpihan-serpihan ledakan itu menyembur ke arahnya. Ia bisa merasakan kulitnya yang kembali terluka.
Panas. Rasa panas itu menjalar ke belakang tubuhnya. Begitu membakar sampai-sampai ia berteriak.
Ia tidak ingin mati.
Tidak.
Mario memasuki ruangan tempat anak itu dirawat. Bau disinfektan dan obat-obatan dengan cepat memenuhi hidungnya saat ia masuk ke dalam. Sudah tiga hari gadis cilik itu tertidur. Mario bertemu dengannya di pinggir jalan saat ia baru saja selesai berlibur di villanya. Kondisinya sangat mengenaskan. Sekujur tubuhnya dipenuhi dengan luka bakar.
Gadis cilik itu langsung berlari ke arahnya saat Mario turun dari mobilnya. "Tolong aku.." bisiknya sesaat sebelum pingsan.
Mario tidak punya pilihan lain. Ia tidak mungkin membiarkan seorang gadis kecil yang sekarat itu di sana. Langsung saja ia membawa gadis cilik itu ke rumahnya dan segera memanggil dokter pribadinya. Mario memilih untuk tidak membawanya ke rumah sakit karena ia merasa ada hal yang aneh.
Gadis cilik itu mengalami luka bakar yang cukup parah, akan tetapi, Mario tidak mendengar ada berita kebakaran di tempat dia menemukan anak itu. Tidak ada kepanikan ataupun laporan anak hilang. Rasa penasaran membuatnya menyelidiki lebih jauh.
Orang suruhannya menemukan ada sebuah pondok kecil di dalam hutan yang terbakar. Pondok itu memang terbakar habis namun tidak ada mayat lain yang ditemukan. Pondok itu kosong dan sudah lama tidak dipakai. Penduduk sekitar pun mengatakan kalau pondok itu sudah lama terbengkalai. Mereka sama sekali tidak mempermasalahkan kebakaran itu karena tidak ada pihak yang dirugikan.
"Bagaimana kondisinya?" tanya Mario pada Gonzales, dokter pribadinya.
"Sudah stabil. Sebagian besar luka bakarnya akan sembuh, namun punggungnya mengalami luka yang cukup parah. Mungkin akan meninggalkan bekas."
Mario mendekati tempat tidur di mana gadis kecil itu tertidur. Beberapa selang terpasang ditubuhnya untuk membantunya tetap hidup. Luka bakar yang terdapat di sekujur tubuhnya membuatnya mengalami dehidrasi.
"Jadi, apa yang kau dapatkan dari hasil penyelidikanmu?"
"Sepertinya anak ini memang mengalami kebakaran di pondok kecil itu. Tidak ada kebakaran lain di dekat sana yang terjadi pada hari itu. Akan tetapi, aku masih tidak mengerti kenapa dia ada di sana. Apakah ini kecelakaan ataukah ini merupakan perbuatan seseorang?"
"Perbuatan seseorang?" tanya Gonzales.
"Mungkin. Aku masih tidak tahu penyebab pastinya."
"Semoga saja tidak. Sangat menyeramkan memikirkan seseorang mengincar nyawa anak-anak yang tidak bersalah seperti itu."
"Well, kita tidak tahu bagaimana latar belakang anak ini kan?"
"Kau benar."
"Air..." Suara yang serak dan lemah itu tertangkap oleh telinga Mario. Mario menoleh dan mendapati bahwa gadis cilik itu mulai mendapatkan kesadarannya. Beberapa saat kemudian, segelas air sudah tersedia dan diberikan kepada gadis kecil itu oleh Mario sendiri.
Anak itu menyeruput minumannya dengan terburu-buru, menumpahkan sejumlah air ke leher dan bajunya. Gonzales segera memeriksa kondisinya saat Mario selesai memberikan air padanya. Mario hanya berdiri diam sambil menunggu pemeriksaan selesai.
Anak itu menatap ke arah Mario dan Gonzales secara bergantian. "Siapa?" tanyanya lirih.
Mario kembali mendatangi tempat tidur sembari berkata, "Kau mendatangiku dengan luka bakar di seluruh tubuhmu. Bukankah seharusnya aku yang bertanya siapa dirimu?"
Gadis cilik itu terlihat bingung dengan kata-kata Mario. Ia bisa melihat sekujur tubuhnya yang masih dibalut perban dan merasakan perih yang muncul di bagian belakang tubuhnya.
"Bagaimana?" Mario bertanya lagi pada Gonzales.
"Tidak apa-apa. Biarkan dia istirahat selama beberapa hari ke depan. Berikan makanan yang bergizi dan minum banyak air. Kondisinya akan membaik dalam dua minggu ke depan." Gonzales mencatat dalam kertas yang dibawa oleh seorang perawat yang bekerja bersamanya.
"Lalu?"
"Aku akan datang setiap dua hari sekali untuk mengganti perbannya. Cukup kan?"
Mario mengangguk menanggapi pertanyaan Gonzales meskipun pandangannya tidak lepas dari gadis kecil itu. Gadis cilik itu masih terlihat linglung. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar dengan pandangan bingung.
"Siapa namamu, Gadis kecil?"
Anak itu menoleh ke arah Mario dan nampak ketakutan. Refleks, ia memundurkan dirinya dan mencoba melingkarkan tangannya di sekeliling tubuhnya. Gagal. Seluruh perban itu menahannya untuk bergerak lebih jauh.
Mario menunggu dengan sabar jawaban atas pertanyaannya.
"Aku…" Sinar ketakutan nampak dengan jelas dalam matanya. Ia menatap Mario, seakan meminta pertolongan.
"Gadis kecil?"