Gadis pencabut Rumput

Bab 01:

Di perbatasan dunia, terlihat Hamdi, Sofyan dan Arif berada di sana.

"Ini dimana? Hamdi apa yang sebenarnya kau lakukan?" tanya Arif.

"Kukuku, Ritual melintasi dunia berhasil," ucap Hamdi.

"Ritual? Ajaran sesat mana yang kau pelajari?!" seru Sofyan.

"Satanus Luciferus," jawab Hamdi.

"Dimana kau dapat ajaran sesat itu?" tanya Arif.

"Buku perpustakaan," jawab Hamdi

"HAMDI! Selama ini kami tidak pernah protes mengenai apapun yang kau lakukan, tapi kenapa kau mengajak kami melakukan ritual aneh dan sekarang apa yang harus kita lakukan untuk kembali!" seru kesal Arif dan Sofyan.

"Hehehe, aku juga tidak tahu dan aku juga tidak menyangka kalau ritualnya akan menjadi seperti ini," tanggap Hamdi.

'Alasan macam apa itu!' seru mereka berdua dalam hati

"Hehehe, aku tidak tahu cara pulang," tambah Hamdi sambil masih membaca buku di tangannya.

"Ucapanmu santai sekali, bangke!" ucap Sofyan yang menampol kepala Hamdi dengan keras karena kesal.

"Ugh, kenapa kau memukul kepalaku, kalau aku jadi lebih bodoh bagaimana?!" seru kesal Hamdi.

"Karena itu yang pantas kamu dapatkan, njir. dan lagi kita tidak bisa kembali ke dunia kita" ucap Sofyan

"Hik, kejam," ucap Hamdi lagi.

"Nggak usah sok imut njir!" seru kesal Arif

"Oke aku cari cara agar kita bisa keluar dari sini, tenang percaya saja padaku," ucap Hamdi penuh percaya diri.

Arif dan Sofyan nampak sangat ragu akan perkataan dari Hamdi.

'Sangat meragukan,' batin keduanya.

"Ini Tidak seperti dirimu sendiri"Balas Sofyan

"Ehem, begini, sejujurnya aku juga tidak menyangka kalau Ritual anehnya bisa berhasil, jadi aku akan mencari mantra lain," ungkap Hamdi, "Ehem, Lusifuru, Baelu kontoro kengoo magameee isekaru kongo!" seru Hamdi

Doooong

'Bahasa macam apa yang kau ucapkan dan apa juga arti mantranya?' batin Arif dan Sofyan bertanya-tanya

Jduaaaarrrrr

"Ahahahahaha, kalian ingin ke Isekai huh? Tumbal apa yang kalian siapkan untukku?" tanya sosok Iblis bersayap hitam besar dengan aura yang sangat kuat.

Nampak Hamdi, Arif dan Sofyan cengo, karena mereka bertiga tidak membawa apapun untuk dijadikan tumbal

"Hamdi, mantra apa yang tadi kau gunakan?" tanya Arif.

"Nggak tau," balas Hamdi.

"Elu jangan becanda dong! Kita nggak bawa apa-apa buat jadi tumbal!" seru Sofyan.

"Tenang serahkan padaku," ucap Hamdi.

"Kalian, jangan bilang kalian datang kemari, memanggilku dan meminta sesuatu padaku tanpa membawa apapun?" tanya sang iblis.

"Kogeru, aimeru, kadara, tombai rukuru!" seru Hamdi dengan bahasa anehnya.

'Njir ni bocah ngomong apa?' batin Arif dan Sofyan.

"Menarik, baiklah bocah, kalian berdua, katakan apa kalian ingin kembali ke dunia asal kalian atau lanjut ke Isekai?" tanya sang iblis setelah mendengar mantra asal-asalan dari Hamdi.

'Njir bisa paham gitu?' tanya Arif dalam hati

"Jika memilih lanjut maka aku akan memberikan kekuatan khusus, jika memilih pulang aku akan mengantar kalian berdua pulang, kecuali dia," ucap sang iblis sambil menunjuk Hamdi.

"Buku itu, hoho kau mempelajari bahasa kuno, dari mana kau dapat?" tanya One Being.

"Perpustakaan, karena menarik jadi aku coba saja ritualnya, heheh," balas Hamdi.

"Kau santai sekali, padahal kau baru saja menumbalkan dirimu sendiri agar dua temanmu bisa memilih pulang atau melanjutkan perjalanan ke Isekai" ucapnya.

"Ahahaha, itu karena aku merasa bersalah karena melibatkan mereka dengan keingintahuanku, selain itu aku juga tidak menyangka akan butuh tumbal," ungkap Hamdi.

"Kau tahu kau cukup menarik manusia, kalau begitu, Aimeru, Umaiuru, Kadara, motakuru!" ucap si Dewa yang seketika tubuh Hamdi menghilang jadi debu, ia adalah makhluk yang tak terkalahkan, kesombongan hanya akan menghancurkanmu, bagaikan dewa kehancuran jika ia tidak menahan diri semua yang melihatnya akan hancur.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Arif.

"Mengambil bayaranku, bukankah aku sudah mengatakan kalau temanmu ini menjadikan dirinya sendiri sebagai tumbal, sekarang pilihan kalian hanya kembali ke bumi atau ke dunia lain menemui teman kalian yang bereinkarnasi menjadi orang lain?" tanya si One Being dengan santai, ia nampak masih menahan auranya agar tidak lepas karena jika sampai lepas di hadapan makhluk fana maka bukan hanya tubuh tapi jiwa mereka juga akan hancur tak peduli seberapa kuat mereka.

"Apa ingatan lamanya masih ada?" tanya Sofyan dengan tenang.

"Ya, dia masih ingat siapa dia dan siapa saja teman-temannya, hanya saja sebagai ganti dari masih memiliki ingatan masa lalu, ia akan terlahir sebagai manusia biasa di dunia yang kejam," jawab si One Being.

"Manusia biasa?" kaget Arif.

"Kenapa, itu sudah bayaran dan resikonya, jangan main-main denganku, kalian sudah masuk ke rumahku tanpa izin dan ingin mengaturku jangan bercanda," ucap One Being

"Jadi, apa yang boleh kami lakukan?" tanya Sofyan.

"Kalian hanya aku izinkan memilih untuk ikut ke dunia lain bersama jiwa teman kalian atau kembali ke dunia asal kalian. Tenang saja eksistensi teman kalian sudah hilang Jadi jika kalian memilih kembali tidak akan ada satupun catatan mengenai teman kalian dan tak ada satupun yang ingat kalau dia pernah ada," ucap si One Being.

"Kalau begitu ceritanya, kami akan menyusulnya!" seru Arif.

"Benar, karena kami adalah teman!" seru Sofyan.

"Baiklah, kalau begitu, sebelum aku mengirim kalian ke sana, kalian harus tahu sistem dan aturannya, karena yang mengirim kalian kesana adalah aku, maka jangan harap kalian bisa mencurangi sistem, aku tidak sebaik dewa-dewa lain, karena dalam kasus ini bukan aku yang membawa kalian kemari tapi kalianlah yang kemari," ucap One Being.

"Baiklah apa bedanya?" tanya Arif.

"Bedanya, dewa lain akan memberikan cheat yang akan membantu kalian, tapi aku tidak, aku hanya akan memberikan sistem yang memiliki aturan yang sama dengan penduduk dunia asli sana, jadi jika ingin jadi lebih kuat berusahalah jadi kaya karena pay to win nggak melulu ada di game," ucap sang One Being

"Kalau begitu kami terima" balas Sofyan dan Arif kompak.

"Baiklah, ini aturannya, setiap manusia di dunia itu memiliki batas level kekuatan, setiap kali berhasil naik level, maka manusia akan mendapatkan kekuatan fisik 2 kali lipat dari sebelumnya, selain itu dunia itu juga memiliki 9 dewa utama, setiap dewa memberikan berkah berbeda-beda dan cara penyembahan yang berbeda, untuk merombak batas level, manusia harus mencapai level maksimalnya terlebih dahulu dan setelahnya meminta bantuan dari gereja yang terkait dengan dewa yang kau sembah, untuk mempelajari suatu skill yang dipenuhi bukanlah level tapi statistik kekuatanmu, kemahiran tergantung pada apakah kau bisa memahami konsep yang diajarkan gurumu atau tidak," ucap One Being.

"Sistem yang adil, pertanyaan, apakah kami bisa menciptakan jurus sendiri?" tanya Sofyan.

"Bisa, hanya saja, tentu tidak akan semudah itu, banyak hal yang harus diperhatikan, seperti halnya musisi di dunia kalian, ia akan membutuhkan reset berbulan-bulan untuk menciptakan lagu baru yang benar-benar original, mulai dari lirik chord dan cara memainkan alat musik serta nada," ungkap sang One Being menandakan kau sudah akan dianggap jenius bahkan profesor jika kau sanggup membuat jurus sendiri, "Tak ada sesuatu yang mudah di dunia, semua ada prosesnya," ungkap One Being lagi.

"Lalu apakah Hamdi juga mendapatkan sistem yang sama?" tanya Arif.

"Karena ia memilih ingatan ketimbang sistem, maka ia tak mendapatkan apapun, dia masih memakai sistem dunia lama, dimana semua bisa dicapai dengan kerja keras dan pengetahuan, tanpa adanya level, meski ia menyembah dewa tertentu ia tidak akan mendapatkan apa-apa selain pahala poin yang bisa ia gunakan untuk masuk surga atau bereinkarnasi lagi," jawab sang One Being.

"Apakah, Hamdi bisa belajar sihir?" tanya Arif.

"Seratus persen tidak, ia tidak bisa melakukannya, ada persyaratan cukup rumit untuk bisa menggunakan sihir, mulai dari mendapatkan berkat dari dewa tertentu serta memiliki ikatan kuat dengan sang dewa dan memiliki energi magis yang besar, tanpa kedua hal itu, mustahil bagi seseorang mempelajari sihir," jawab One Being.

"Jadi Hamdi tak memenuhi syarat untuk bisa menggunakan sihir, bagaimana caranya dia bisa bertahan hidup?" tanya Sofyan.

"Itu bukan urusanku, lagi pula dia menjalani hidupnya dengan nyaman, ia juga nampaknya tak begitu memikirkan hal-hal yang kalian pikirkan," ucap One Being.

"Bagaimana kau bisa berpikir demikian?" tanya Arif.

"Karena aku maha tahu, maha perkasa, tak terkalahkan, dan maha hadir," jawab One Being.

"Apa kau juga bisa melihat masa depan?" tanya Arif.

"Yah, seperti kalian melihat panel komik dimana kalian bisa membolak-balik halamannya untuk melihat kejadian sebelum dan sesudahnya," ucap One Being

"Lalu bagaimana caranya agar kami bisa bertemu dengan Hamdi?" tanya Sofyan.

"Jika kalian bisa menemukan Guild Tera Maxima, kalian berdua hanya perlu menanyakan siapa petualang yang hanya mengambil misi mencari tanaman obat, maka itulah dia," jawab One Being.

"Kayaknya. Bakalan sulit" ucap Sofyan

"Hem, apa masih ada pertanyaan?" tanya One Being.

"Apa saja dewa-dewi di sana?" tanya Arif.

"1. Fortuna, dewi yang mewakili keberuntungan, biasanya disembah para penjudi dan beberapa Atlet yang percaya kalau keberuntungan lebih dari segalanya.

2. Selain Fortuna, ada Adventura, Dewa para penjelajah, ia memberikan berkat peningkat stamina dan ingatan tinggi mengenai rute serta pengamatan bagus pada tingkat bahaya suatu jalur.

, Dewi yang mewakili kekuatan ayunan pedang, biasa disembah pada ksatria dan prajurit.

, Dewi pemanah, tentu kalian tahu berkat apa yang akan ia berikan jika kalian menyembahnya dan memiliki hubungan dekat dengannya.

Dewi pertanian, biasa disembah oleh para petani dan pekebun, karena membuat penyembahnya bisa memetik tanaman dengan mudah tanpa mengurangi kualitas dan bisa menumbuhkannya dengan sangat cepat.

Dewa yang biasa disembah para Paladin atau ksatria suci karena keahliannya dalam memakai sihir cahaya dan pedang.

7. Kreactionima Dewi Pengrajin, yang disembah para insinyur mesin dan pengrajin.

8. Magima Rectora Dewi sihir.

9. Brahmada. Raja para dewa, kuilnya hanya bisa dikunjungi keluarga bangsawan, jadi kalian tidak bisa menyembahnya," ucap One Being.

"Banyak sekali dewa dewinya" ucap Arif

"Aku sudah bilang ada sembilan bukan, kalian bisa menyembah yang mana saja, ada kelebihan dan kekurangan masing-masing, soal pay to winnya akan terasa saat kalian butuh peralatan kuat dan ingin meningkatkan batasan level, dimana dua hal itu butuh uang, selain itu menjalin kedekatan dengan para dewa juga butuh uang," jelas One Being

"Kami sudah mengerti jadi langsung saja," ucap Sofyan.

Mendengar hal itu One Being menjentikkan jarinya dan membuat Arif serta Sofyan muncul di tengah kota dengan nuansa abad pertengahan, dimana banyak orang bawa pedang dan ksatria lalu lalang.

"Wajah kita tidak berubah, hanya saja pakaian dan peralatan kita menyesuaikan dengan dunia ini," gumam Sofyan mengomentari penampilannya saat ini yang mirip prajurit ternama Shinsengumi dengan katana ada di pinggangnya.

Sementara Arif nampak mengenakan armor ringan samurai era Sengoku dengan sebuah uchigatana ada di pinggang kirinya, lalu Wakizashi ada di pinggang belakang.

'Kenapa kita memakai pakaian prajurit Jepang?' batin Arif bertanya-tanya, 'Aneh bet dah' pikir Arif

"Jadi apa sekarang?" tanya Sofyan.

"Entahlah, mungkin mencari keberadaan Guild Tera Maxima," jawab Arif.

"Kalau bisa kita cari penginapan dulu untuk istirahat baru pergi cari Guild Tera Máxima" ucap Sofyan yang memberikan saran

"Ya tapi apa menurutmu uang kita cukup untuk menginap?" tanya Arif sambil memeriksa kantong uangnya yang hanya ada 30 koin tembaga.

"Waaaa" kaget Sofyan dan Arif kompak

"Eh siapa!" seru Arif dan Sofyan yang langsung melompat menjauh dan menatap ke belakang, lalu melihat gadis berambut merah dengan gaun sederhana yang indah tersenyum ke arah mereka.

"Yo!" sapa gadis itu

"Namaku Lani, aku penduduk asli sini," ucap gadis itu sembari tersenyum.

'Kok namanya terasa keindoan ya?' pikir mereka berdua.

"Lani, namamu terdengar familiar," ucap Sofyan.

"Benarkah? Aku tidak tahu kalau kalian pernah mendengar namaku, sepertinya aku cukup terkenal fufufu," ucap Lani.

"Oi Lani! kau sedang bicara dengan siapa?" tanya seorang pria gempal bau anyir dengan kaos hitam yang basah karena keringat dan pisau penghancur tulang di tangannya.

"Ah Papa, ini aku sedang bicara dengan seorang pelancong, mereka terlihat bingung mau mencari kerja dulu atau penginapan," ucap Lani sambil menatap pria besar yang dipanggil papa oleh Lani.

"Kenalkan ayahnya Lani, Anang," ucap si pria gempal.

"Salam kenal" ucap Sofyan

"Namaku Sofyan dan ini temanku namanya Arif" ucap Sofyan.

"Oh, Lani temani mereka, kadang beberapa orang suka menipu anak baru," ucap Anang.

"Iya ayah, lagi pula aku juga sedang menuju Guild untuk menyerahkan beberapa tanaman obat," ucap Lani.

"Guild, memangnya kau ingin ke Guild mana?" tanya Arif.

"Tera Maxima," jawab Lani.

"Boleh kami ikut? Kami juga ingin cari kerja dan mendapatkan uang lebih untuk bisa mencari makan dan tempat tinggal," pinta Sofyan.

"Em, tentu saja, ikuti aku," ucap Lani sambil tersenyum tipis.

Sesampainya di Guild.

Nampak di dalam banyak orang dengan penampilan orak-orakan, seperti preman dan bandit, sangat beragam dan berotot, ada orang dengan banyak bekas luka di tubuh mereka selain itu di sana sangat ribut bahkan kadang jika tidak hati-hati kursi akan mendarat di kepala.

"Siti! Aku kembali membawa beberapa tanaman obat yang kalian butuhkan!" seru Lani sambil berlari ke meja resepsionis menghampiri gadis berambut hitam panjang dengan baju kaos putih dan rok panjang dari kain lapuk.

"Ah.. oh makasih Lani" ucap Siti

"Hehehehe, ah iya aku ketemu dua pelancong, katanya mereka ingin mendaftar ke Guild jadi aku antar," tanggap Lani.

"Oh, ya sudah tunggu sebentar yah, Lani ini bayaranmu," ucap Siti memberikan 20 koin tembaga.

"Terima kasih kak Siti, aku pergi yah!" seru Lani sambil berlari meninggalkan Guild rusuh yang dipenuhi orang mabok dan pamer keahlian

"Hati-hati dijalan" ucap Siti

"Jadi nama, usia, dan dewa yang disembah?" tanya si Siti pada keduanya.

"Aku Arif Rahman dan dia Sofyan Ansori. Umur antara 20 sampai 23 tahun. Dewa yang disembah kami belum tahu" ucap Arif

"Sebaiknya segera ditentukan, kalau tidak kalian tidak bisa merombak batasan level dan mempelajari sihir apapun," ucap Siti sambil menulis data diri Arif san Sofyan ke plat besi dengan alat khusus

"Ah iya teteskan darah kalian ke plat besi ini," ucap Siti sambil memberikan mereka masing-masing name tag dari plat besi

"Oke" ucap Sofyan dan Arif meski Arif sedikit takut. Setelah di sentuh terlihat di name tag Sofyan dan Arif tertulis 1/10.

"Itu adalah level dan batasan level kalian saat ini," ucap Siti menjelaskan arti angka pada plat besi itu sebelum Arif dan Sofyan bertanya.

"Oh ya. Bagaimana seandainya kami tiba-tiba diserang saat kami melakukan misi mudah terlebih dahulu seperti mencabut rumput atau memperbaiki genteng?" tanya Arif

"Itu resiko pekerjaan, kami tak akan bertanggung jawab atas apapun yang terjadi," jelas Siti.

"Kejam amat, masa tidak ada asuransi?" tanya Sofyan.

"Asuransi hanya bisa didapat dengan langganan pada program pemerintah dengan bayaran 3 koin perak perbulan," tanggap Siti

"Sangat tidak ramah kantong," ungkap Arif.

"Begitulah kehidupan, tak ada yang namanya jalan pintas kecuali berbuat kejahatan," ucap Siti.

"Ah iya, katanya di Guild ini ada orang yang hanya mengambil tugas mengumpulkan tanaman obat, bisakah kau pertemukan kami?" pinta Sofyan.

"Loh, bukannya kalian baru saja datang kemari dengannya, asal kalian tahu di Guild ini, hanya Lani yang mau mengerjakan tugas dengan bayaran rendah itu," ucap Siti.

"Eh seriusan?" Tanya Arif kaget

"Itu benar. Dia bahkan suka pekerjaan itu. Makanya dia senang meski bayarannya rendah" tambah Siti

"Bagaimana?" tanya Sofyan.

"Aku rasa kita akan menemuinya setelah mengambil satu tugas," ucap Arif.

"Ehem, biaya pendaftaran," ucap Siti.

"Berapa?" tanya Sofyan.

"25 koin tembaga/orang," jawab Siti

"Ini" ucap Sofyan dan Arif yang memberikan 25 tembaga Setelah menyerahkan uang dengan total 50 koin tembaga.

Arif dan Sofyan akhirnya mencari tugas yang kemungkinan bisa mereka kerjakan.

Dan disana mereka menemukan beberapa tugas yang mudah seperti mencabut rumput liar dan membersihkan rumah warga meski bayarannya tidak seberapa.

Bersambung


Bab 02

Setelah melihat daftar permintaan yang mudah semuanya sangat tidak sepadan dengan biaya mendaftarnya, akhirnya Sofyan melirik misi tingkat menengah dan akhirnya menemukan misi yang dapat mengembalikan uang yang mereka keluarkan, yaitu misi membasmi seratus Goblin yang akan menyerang desa Minril pada tanggal 22 Martian 789, bayaran 1 koin perak

"Bagaimana?" tanya Sofyan sambil menunjuk tugas pembasmian Goblin.

"Lu yakin bisa?" tanya Arif

"Bayarannya menjanjikan, meski agak mustahil jika kita menyiapkan apa yang dibutuhkan aku rasa kita bisa melewatinya meskipun akan membuat kita terluka," ucap Sofyan

"Tapi senjatanya memadai tidak untuk kita nantinya? Apalagi kita belum punya senjata lho" ucap Arif

"Kita punya, memangnya katana di pinggang kita ini pajangan?" tanya Sofyan

"Ah iya aku lupa" ucap Arif

Setelahnya mereka meminta untuk mengerjakan tugas itu pada Siti.

"Kalian yakin. Goblin bukanlah sesuatu yang bisa diatasi manusia level satu, apalagi jumlahnya segini, belum lagi bayarannya tidaklah sepadan dengan resiko yang kalian terima, tapi jika kalian memang yakin aku akan mengijinkan, toh resikonya kalian tanggung sendiri," gumam Siti

"Kami akan coba berusaha seminimal mungkin untuk mengurangi resikonya" ucap Arif meski dia tahu kalau Sofyan orang yang sedikit keras kepala

"Sebaiknya kalian merekrut beberapa orang untuk membantu, tapi ini hanya saran dan juga karena bayarannya sedikit, aku agak khawatir jika tidak ada yang mau mengerjakan tugas itu bersama kalian," ungkap Siti

"Kalau merekrut yang ada kami dihina. Sebab kebanyakan perekrutan orang yang mau diajak bergabung pasti memilih level yang kuat" balas Arif

"Ya begitulah, Aku sejujurnya agak khawatir dengan kehidupan Lani, karena saat pengukuran level ia tidak memiliki level dan membuatnya dipandang lemah dan tak berguna," ungkap Siti

'Tanpa Level, sudah dipastikan dia pasti Inkarnasi dari Hamdi,' batin Arif

'Akupun jadi yakin kalau dia Hamdi' pikir Sofyan.

Karena sejak mereka bereinkarnasi di dunia lain, yang jadi korban menjadi perempuan terus adalah Hamdi

"Terima kasih informasinya," ucap Sofyan yang pergi bersama Arif.

"Kita akan kemana?" tanya Arif.

"Mungkin kita akan mencari Lani dan menanyakan beberapa informasi darinya," ucap Sofyan

"Sama kita butuh beberapa Potion untuk penyembuhan nantinya karena kita tidak tahu berapa banyak Goblin yang kita bantai" tambah Arif

"Kalian sudah selesai?" tanya Lani yang tiba-tiba datang sambil membawa keranjang bambu yang penuh dengan bunga yang sangat cantik

"Hamdi kami punya beberapa pertanyaan?" ucap Arif.

Lani mendengar itu tatapannya langsung berubah, "Ikut aku," ucap Lani sambil berjalan menuju ke suatu tempat

Setelah cukup jauh, Lani pun memasuki bangunan yang bertuliskan, Apartemen Hakia.

Setelah mereka masuk.

"Lani tumben kamu pulang cepat?" tanya seorang perempuan paruh baya yang usianya diperkirakan 43 tahun.

"Mama aku bawa tamu," ucap Lani.

"Hem tamu?" tanya sang Ibu.

"Mereka kehabisan uang karena pendaftaran, jadi saya harap mama mau melonggarkan biaya sewa kamar pada mereka satu kali, karena aku yakin mereka akan melunasinya setelah menyelesaikan quest," jelas Lani sambil tersenyum

"Lania," gumam pelan sang ibu sambil menatap tamu yang dimaksud dan tidak lain adalah Arif dan Sofyan, "Hmm... Baiklah aku tidak masalah dengan itu. Setidaknya mereka membayarnya dengan lunas jika sudah dapat uang" ucap ibu Lani

"Terima kasih mama, ah iya, mereka berdua bernama Arif dan Sofyan. Sofyan, Arif, ini ibuku, namanya Hakia," ucap Lani memperkenalkan keduanya pada ibunya

"Salam kenal, ibuk. Nama saya Arif, dia temanku namanya Sofyan" ucap Arif memperkenalkan diri lagi.

"Ya, tulis nama kalian di daftar tamu, mulai dari nama dan tanggal check out," ucap si ibu sambil membuka buku tamu.

"Ehem kami ... baiklah," gumam pelan Arif yang mulai menulis namanya di buku tamu begitu juga dengan Sofyan.

"Ano kami tidak tahu mau menginap sampai kapan, tapi kami jamin kami akan membayar sebulan sekali," ucap Sofyan.

"Mau jadi pelanggan tetap, tak masalah, ini kunci kamar kalian berdua," ucap Hakia menyerahkan plat kuningan bernomor 13.

"Kalian berdua diberikan satu kamar agar biaya bayarnya tidak terlalu tinggi, dan plat itu jangan sampai hilang, harganya setara dengan biaya inap kamar vip selama 3 hari, selain itu tanpa itu kalian tak bisa keluar masuk kamar," ucap Lani memberi tahu dua pemuda itu.

"Lania, aku rasa itu pengetahuan umum, jadi tidak mungkin mereka tidak tahu," ucap Hakia merasa heran kenapa putrinya malah menjelaskan sesuatu yang tidak perlu.

"Mama, mereka ini berasal dari pedalaman, budaya mereka agak berbeda dan juga mereka masih pakai kunci palang kayu di desa mereka, jadi wajar saya menjelaskan hal penting ini," ungkap Lania.

"Oh ya sudah, Lania, kau antar mereka ke kamar yang sudah di pesan," ucap pelan Hakia.

Lani hanya tersenyum saja dan membungkuk 32 derajat dan langsung membimbing dua pemuda itu ke kamar.

"Ini adalah kamar kalian, kalian lihat batu sihir yang dipasang di samping pintu tempelkan plat kuningan itu ke batu sihir," ucap Lani sambil menunjuk batu sihir yang ada di samping pintu masuk yang dilindungi bingkai kotak.

Sofyan hanya mengangguk dan menempelkan plat kuningan dengan nomor 13 dan batu sihir itupun langsung bersinar dan pintu akhirnya terbuka.

"Wah canggih sekali," gumam pelan Arif sambil berjalan masuk ke dalam kamar diikuti oleh Sofyan.

"Dalamnya cukup sederhana, hanya ada lemari, dan dua ranjang, selain itu kasurnya tidak begitu empuk," komen Sofyan.

"Syukuri saja, harga kapuk dan kapas cukup mahal hal ini membuat keluargaku tak bisa membeli tilam mewah seperti itu, untuk mengakalinya, selain memberikan harga inap yang lebih murah, aku dan ibuku membuat tilam bantal dan guling dengan isian rumput dan jerami, bahkan ada yang kami isi dengan pasir, tapi karena tingkat kenyamanannya rendah, kami kembali memakai rerumputan kering," ungkap Lani menanggapi ketidak nyamanan Sofyan.

"Hem maaf jika menyinggungmu," gumam pelan Arif dan Sofyan.

"Lupakan itu, sekarang katakan apa yang kalian butuhkan dan bagaimana kalian bisa tahu kalau aku inkarnasi dari Hamdi, padahal aku sudah mengubah cara bicaraku?" tanya Lani.

"Itu karena petunjuk dari One Being," jawab mereka.

Mendengar itu Lani hanya diam dan menutup pintu kamar mereka, "Baiklah aku mengerti, jadi informasi apa yang kalian butuhkan?" tanya Lani dengan wajah datar.

"Pertama, sistem penanggalan dunia ini sangat berbeda, jadi kami ingin tahu sistem-sistemnya terlebih dahulu," ucap Sofyan.

"Hem, sistem penanggalan, dunia ini memiliki sistem penanggalan yang hampir mirip, karena tempat ini sama dengan bumi, dari kekuatan gravitasi dan luasnya serta satelitnya, maka penanggalannya sama saja hanya beda di nama saja, sama-sama punya 12 bulan dan setiap bulan ada maximal 31 hari dan minimalnya 28 hari, lalu kehidupan berbudaya dan berbangsa yang dihitung baru selama 789," ucap Lani.

"Lalu apa saja nama bulannya?" tanya Arif.

"Bulan pertama disebut Darius, nama Darius diambil dari nama pahlawan dunia ini yang sekaligus sebagai leluhur manusia yang berhasil membangun kekaisaran. Teokrasi di sini.

Lalu bulan kedua Maria, diambil dari nama istri pertama Darius.

Bulan ketiga Urkeus, ini diambil dari nama pahlawan revolusi yang melawan tirani kekaisaran Darius dan memecah kekaisaran menjadi 9 kerajaan.

Bulan keempat Martian, ini diambil dari nama seorang pengembara yang menyelamatkan kerajaan dari serbuan monster, sebagai penghargaan namanya ditulis dalam penanggalan, lalu ia diberikan bangunan tua di kerajaan Murteus dan setelahnya ia mengubahnya menjadi Guild dan melatih anak-anak muda menjadi pengembara dan petarung yang akan ia bayar sesuai dengan permintaan yang mereka selesaikan, Kerajaan lain termasuk kerajaan tempat kita sekarang Kerajaan Hardenia ini juga membuat guild mereka untuk bisa bersaing.

Bulan ke Lima Mars, bulan ini sebagai pengingat masa kelam yang pernah terjadi ketika 9 kerajaan menyatukan kekuatan melawan monster invasif dari dunia lain, berakhir banyak korban jiwa dan melahirkan banyak pahlawan yang sebagian dari mereka dikenang dalam patung penghargaan di berbagai kerajaan, sebagian lagi wajahnya diukir dalam koin perak dan emas, lalu sebagian lagi dikenang dalam nama bulan-bulan berikutnya.

Bulan ke 6 Rakyan.

Bulan ke 7 Odin

Bulan ke 8 Supriadin

Ke sembilan Amir

Ke sepuluh Adamas.

Kesebelas Hadrian

Bulan terakhir Nilam," jelas Lani panjang lebar.

"Begitu, sekarang tanggal berapa?" tanya Sofyan.

"21 Martian," jawab Lani.

"Berati besok kami harus menjalankan tugas, hei Lani, apa yang harus kami siapkan untuk menghadapi para Goblin?" tanya Sofyan.

Lani langsung melirik ke arah Sofyan, "Perisai, armor yang kuat serta senjata yang tajam, Goblin sering menyerang berkelompok jadi sebisa mungkin kau harus meminta bantuan orang lain, kalau hanya berdua itu akan sangat sulit bahkan kalian bisa mati," ucap Lani

"Apakah Goblin benar-benar sekuat itu?" tanya Arif.

"Ini bukan game, kau tak boleh meremehkan makhluk apapun di dunia ini, karena Goblin adalah makhluk sosial, mereka memiliki kodinasi serangan yang sangat bagus, mereka adalah predator yang menganut sistem kekeluargaan seperti halnya Serigala dan Anjing Liar, serta Heyna dan Singa di dunia kita. Mereka cepat ganas dan brutal, tak kenal ampun, kekuatannya setara Simpanse dan kecepatan gerak mereka 75 km/jam," jelas Lani

"Bukankah itu terlalu keras untuk pemula?" tanya Arif.

"Aku rasa Siti sudah menjelaskan pada kalian, kalau nyawa petualang itu tanggung jawab mereka sendiri. Jadi itu salah kalian memilih sesuatu yang diluar kemampuan kalian," tanggap Lani.

"Guh, apa kita batalkan saja?" tanya Sofyan.

"Membatalkan? Dengar yah, dunia ini memiliki sistem kapitalis dan petinggi yang oportunis, maka jelas hasilnya kalian harus membayar lagi untuk membatalkan quest yang kalian ambil," tanggap Lani.

Bersambung.


Bab 03

"Jadi kami harus bagaimana?" tanya Sofyan yang tak menyangka dunia baru mereka memiliki sistem kapitalis yang apa-apa itu harus bayar.

"Aku akan membantu, ah iya, meskipun dulu aku adalah Hamdi, tapi kedatanganku di dunia ini berawal dari pertumbuhan seorang bayi yang beranjak dewasa, sekarang aku sudah 15 tahun, dalam kerajaan ini seorang gadis di usia ini sudah dianggap dewasa dan dibolehkan untuk hidup sendiri, tapi aku memilih untuk tinggal bersama mama dan papa karena penghasilan pribadi tidak cukup untuk hidup sendiri," ungkap Lani. "Jadi aku harap kalian tetap memanggilku Lani dan melupakan kehidupan lama ku mengerti?" tanggap Lani.

"Aku rasa kau tak harus menjelaskan hal itu juga kan?" ucap heran Sofyan, lagian siapa juga yang pengen tahu standar dewasa di kerajaan.

"Ya daripada itu, bukankah sebaiknya kau memberikan saran mengenai apa yang harus kami lakukan untuk bisa menyelesaikan tugas," tanggap Arif.

"Ini agak sulit, karena Obat-Obatan di dunia ini tidak sama dengan fantasy dunia lain pada umumnya, hanya sihir yang bisa menyembuhkan dengan cepat, tapi itu juga sulit, karena untuk bisa menggunakan sihir, selain harus mengerti teori sihir dan belajar bersama guru sihir, kamu juga harus punya energi spiritual untuk mewujudkan sihir. Lalu untuk bisa mendapatkan energi spiritual, kau harus punya kedekatan atau tingkat keimanan dengan salah satu dari sembilan dewa, selain itu beda dewa beda juga sihir yang kau kuasai, memang kadang ada saja orang yang bisa memakai sihir dari agama yang berbeda, tapi sangat jarang dan termasuk langka," jelas panjang Lani

"Jadi peran agama dan dewa sangat krusial untuk kehidupan," gumam pelan Sofyan.

"Yah, cukup menarik bukan, untuk seorang manusia yang berpindah dari dunia lain kalian pasti akan kesulitan untuk beradaptasi, itu sebabnya aku mendekati kalian agar aku bisa menjelaskan segala hal yang kalian butuhkan untuk bertahan hidup, dan karena sudah terlanjur mengambil misi yang berbahaya, aku akan membantu dalam misi itu," gumam pelan Lani.

"Maaf Lani, tapi kau hanya manusia biasa dan bahkan tak memiliki level ataupun berkah meski sudah menyembah dewi dari dunia ini, jadi bagaimana kau bisa membantu kami?" tanya Arif.

"Jangan meremehkan aku, meskipun aku tidak diberikan sistem untuk membuatku bisa mengakses sihir melalui kedekatan dengan dewa atau peningkatan kekuatan melalui naik level. Aku sudah melatih diri secara teratur, aku juga melatih kemampuan bela diri, meski tidak sepenuhnya biasa aku lakukan, setidaknya aku bisa bertindak sebagai tank/support selama Goblin yang kita hadapi tidak lebih dari seratus ekor aku bisa menahannya tanpa harus terluka," ungkap lembut Lani.

"Bagaimana jika Goblinnya lebih dari seratus dan kenapa pakai satuan ekor?" tanya Arif mengingat kata ekor dalam jumlah hanya akan ditujukan untuk menghitung jumlah hewan.

"Karena Goblin dianggap binatang Primata di dunia ini, semua yang bukan manusia dianggap hewan, monster hanya kata lain dari Predator," ungkap Lani.

"Oh begitu," ucap Sofyan.

"Ya, aku juga bisa meracik beberapa obat yang berfungsi untuk menahan rasa sakit dan penghilang infeksi atau antibiotik alami, liur goblin sama mengerikannya dengan liur anjing," jelas Lani dengan penuh perhatian.

"Maaf merepotkan," gumam Sofyan.

Lani hanya tersenyum dan memeluk Arif dan Sofyan, "Aku akan berusaha untuk tidak menjadi beban kalian, oleh karena itu tolong jangan sembarangan mengambil permintaan dan juga pilihlah dewa atau dewi yang akan membantu kalian untuk menjadi kuat di dunia ini," ucap Lani sambil mengelus punggu kedua pemuda itu.

"Terima kasih sarannya," gumam Arif dan Sofyan.

"Tak usah dipikirkan, aku pergi dulu, aku harus menjual bunga-bunga ini untuk mendapatkan uang tambahan," ucap Lani, ia berusaha mencari uang karena memang uang adalah segalanya, orang bisa jadi jahat karena uang orang bisa hidup dan mati, karena uang juga orang bisa naik derajat dalam kerajaan.

Lani yang meninggalkan dua temannya di kamar kemudian turun menemui ibunya di meja tamu.

"Mama aku kembali berangkat untuk menjual bunga, saya harap mama mau bersikap baik pada mereka dan tidak menggunakan taktik Oportunis dan Kapitalis orang-orang kerajaan pada mereka," pinta Lani.

Hakia yang mendengar permintaan anaknya sedikit terdiam dan mulai berpikir, "Putriku sayang, kau tahu kondisi ekonomi kita buruk, jika kita tidak menggunakan sistem kapitalis bisnis apartemen ini akan cepat bangkrut, belum lagi tamu kita hanya mereka berdua jika mereka tidak membayar biaya sewa kita yang tekor," tanggap Hakia.

"Aku mengerti Ma, lagipula aku tidak minta mama untuk menggratiskan biaya inap, hanya saja aku ingin setidaknya mama tidak membuat mereka membayar atas segala hal, seperti mandi dan makan, alasannya dalam urusan mandi mereka tidak dilayani sama sekali dan urusan makan, pelayanan makan kita tidak begitu berkelas selain itu makanan yang bisa kita hidangkan sederhana, jika pun harus berbayar, maka setidaknya nasi, roti, sambal, kecap, saus dan air tawarnya harus digratiskan, jadi mereka hanya akan bayar biaya lauk dan kuahnya saja," ucap Lani menjelaskan.

"Jika memang begitu baiklah, mama tidak masalah jika memang bisa diselesaikan begitu," ucap santai Hakia.

Mendengar ibunya setuju, Lani hanya tersenyum dan pergi untuk kembali melanjutkan aktivitasnya dalam berjualan bunga dan tanaman hias keliling.

Dalam perjalanan berkeliling untuk menjajakan bunga, Lani nampak mendekati seorang gadis bangsawan.

"Nona, apa anda mau bunga?" tawar Lani pada gadis cantik dengan gaun super mewah berwarna ungu, gadis itu diduga anggota kerajaan, karena warna ungu hanya boleh dipakai oleh bangsawan ternama.

"Mana aku lihat," ucap gadis bangsawan itu.

Lani dengan tenang memperlihatkan bunga dalam berbagai warna di tangannya dan bunga itu disimpan dalam keranjang bambu miliknya bersama dengan pot yang diletakkan akar eceng gondok untuk menjaga kehidupan si bunga dengan unsur hara yang tersimpan di akar eceng gondok yang disimpan dalam pot kecil yang sudah dibasahi dengan air.

"Hem, Ini bunga anggrek peri?" tanya kaget si gadis bangsawan.

"Ya saya merawatnya sendiri dengan sangat hati-hati," ungkap Lani sambil tersenyum.

"T-tidak mungkin, Anggrek peri itu adalah bunga liar dan sangat sulit dibudidayakan, bagaimana kau bisa melakukannya?" tanya sang Putri.

"Saya adalah pengikut Harvestina, urusan tanam menanam dan budidaya tanaman itu bukan masalah besar, meskipun aku butuh waktu dan percobaan yang ekstra banyak dan mengalami kegagalan lebih dari 20 kali tapi aku berhasil menemukan caranya," jawab Lani sambil tersenyum.

"Begitu yah, kebetulan aku membutuhkan bunga ini untuk obat, berapa kau akan menjualnya padaku?" tanya sang Bangsawan.

"Obat? Apakah di kediaman nona ada yang sakit?" tanya Lani.

"Ya, ibuku dia mengalami batuk berdarah, lalu beberapa pelayannya juga tertular tak lama setelah melayaninya, aku tidak mau ibuku di hukum mati karena menjadi sumber penyakit, jadi aku ingin menyembuhkannya dan katanya Anggrek peri bisa menyembuhkan segala penyakit jika diolah dengan benar," jelas sang putri Bangsawan.

"Begitu yah, kalau begitu aku akan menjualnya dengan harga yang murah, 10 koin perak saja," ucap Lani.

"Eh, kenapa?" tanya sang putri.

"Karena Putri menginginkan tanaman ini sebagai obat dan bukan hiasan, selain itu karena pertumbuhannya tidak dari alam liar seperti biasa melainkan hasil budidaya, aku khawatir kandungan gizinya sedikit berubah dan mengurangi efektivitasnya, jadi aku menjualnya semurah yang aku bisa agar jika pengobatannya gagal nona tidak begitu rugi karena membeli sesuatu dari saya," ungkap Lani.

"Aneh, padahal umumnya, orang-orang di kerajaan, akan mengambil kesempatan untuk menaikan harga jika memang sesuatu yang ia jual itu dibutuhkan pembelinya, bahkam jika yang ia jual tidak asli," ungkap sang Putri.

"Aku hanya merasa, tidak nyaman jika aku menipu orang lain hanya untuk keuntungan diriku," ungkap Lani.

"Begitu, kalau boleh tahu siapa namamu?" tanya gadis bangsawan memberikan uangnya untuk membeli semua Anggrek Peri yang ada di keranjang milik Lani.

"Lani, tapi kadang-kadang ibuku memanggilku dengan nama Lania, aku tinggal di apartemen Hakia," jawab Lania sambil tersenyum tipis.

"Lania yah, aku akan ingat namamu, dan terima kasih atas Anggrek peri yang kau jual murah, suatu saat aku pasti akan membalas kebaikanmu," ucap gadis bangsawan itu pergi tanpa mengenalkan dirinya.

Lani sebenarnya ingin memeriksa ibu si bangsawan tapi karena ia hanya rakyat biasa yang tak punya lisensi untuk menjadi tabib kerajaan, ia pun mengurungkan niatnya, ia juga tidak pernah berhadapan dengan penyakit menular, karena yang ia pelajari selama ini hanyalah cara membuat antibiotik, antiseptik dan obat luka alami, sehingga ia tak akan bisa berbuat apa-apa pada penyakit menular.

Setelah sudah cukup jauh, terlihat tuan putri berambut putih dengan baju ungu itu dihampiri oleh tiga ksatria dengan armor lengkap.

"Putri anda kemana saja, Yang Mulia Raja sangat khawatir pada anda," ucap sang ksatria.

"Aku tahu, aku hanya jalan-jalan untuk menjernihkan pikiran dan lihat apa yang aku dapat," ucap sang putri.

"Huh apa i... itu, bagaimana mungkin, Yang Mulia putri Tiara! Apa aku tak salah lihat? I-Itu benar-benar Anggrek Peri?" tanya sang pengawal.

"Ya itu benar Angga, ini Anggrek Peri, aku mendapatkan ini dari salah satu pengikut Dewi Pertanian Harvestina, dia bernama Lani, dia bilang ia menanam ini sendiri, jadi aku ingin kau menyelidikinya," ucap sang tuan Putri

"Baik! Aku akan berusaha untuk mendapatkan informasi mengenai bagaimana ia bisa mendapatkan Bunga Anggrek Peri!" seru Angga.

Sementara itu, Lani nampak berjalan santai berkeliling menjual bunga-bunga hias ke para wanita di kota, ia juga menjualnya pada pedagang sebagai hiasan toko, selain itu bunga-bunga yang Lani bawa memiliki wangi yang enak dan bersifat aroma terapi sehingga bagus untuk kesehatan orang-orang yang menghirupnya.

Setelah keranjang bunganya sudah kosong, Lani pun menatap langit dan mendapati langit yang gelap dengan warna merah, tanda hari sudah sore.

"Di jam segini ayah sudah pulang, jadi aku harap ayah membawa banyak uang, walau bagaimanapun uang sangat dibutuhkan untuk menghadapi para Goblin

Lani akhirnya sampai di apartemen, terlihat Anang yang merupakan ayah dari Lani, sedang mengobrol dengan Hakia ibu dari Lani.

Menyadari kehadiran Lani, Anang pun menatap ke arah pintu dan tersenyum menyambut anaknya, "Lania selamat datang," ucap Anang sambil tersenyum lembut ke arah Lani.

"Ya aku pulang, Ayah," tanggap Lani sambil tersenyum dan berjalan santai mendekati sang Ayah.

"Ada apa sayang, kau sepertinya tidak begitu bersemangat?" tanya Anang.

"Ya tak biasanya kau tidak teriak-teriak ketika masuk," tanggap Hakia sang ibu

Lani hanya tersenyum saja menanggapinya, ia kemudian berkata, "Ehe, aku hanya sedang banyak pikiran Ma," tanggap Lani.

"Banyak pikiran? Memangnya apa yang Lania sayangku ini pikirkan?" tanya Hakia sambil memeluk Lani, putri satu-satunya itu.

"Ya nak, memangnya apa yang kau pikirkan, katakan saja, papa dan mamamu ini pasti akan membantu!" seru Anang dengan penuh bangga.

"Itu bukan sesuatu yang penting, hanya saja aku sudah naik peringkat dan mulai menghadapi quest yang berhubungan dengan perburuan hewan, target pertama adalah Goblin, primata yang terkenal kuat dan lincah sekaligus musuh para petani dan wanita, karena kebiasaan mereka yang merusak ladang serta hasrat seksual yang tinggi, oleh karena itu aku butuh peralatan yang bagus untuk bisa melindungi diri. Namun, sayangnya uangku tidak cukup," ucap Lani.

"Nak kenapa kau meresikokan diri dengan mengambil tugas sulit, meskipun itu demi kenaikan peringkat sebagai adventurer, kau tak harus melakukannya, kau bisa terus menjadi gadis pemetik tanaman obat di hutan atau bahkan, membangun kios tanaman herbal," ucap sang Ayah yang khawatir akan keselamatan putri semata wayangnya itu.

"Itu benar nak, papa dan mama tak ingin kau terluka," ucap Hakia.

"Tapi aku tidak mau terlalu bergantung pada kalian, aku ingin punya penghasilan sendiri, tenang saja setelah uang yang aku kumpulkan dari misi sudah cukup, aku akan membangun kios tanamam herbal sendiri dan berhenti jadi petualang" ucap Lani.

"Lani, kau tak usah begitu memikirkan masalah keuangan, asalkan kau masih hidup dan tak mengalami luka yang berat, kami tak masalah jika kau bermalas-malasan," ungkap Anang

Lani hanya diam mendengarnya, "Papa, Mama, aku tahu kalian ingin aku menjadikan kalian tempat bergantung dan meminta bantuan, tapi ada kalanya juga seorang anak ingin menunjukkan kebolehannya untuk membuat orang tuanya bangga telah melahirkannya, "Jadi, Papa apakah papa ada sedikit uang untuk membeli beberapa armor dan peralatan tempur untuk menghadapi Goblin?" tanya Lani.

"Ayah hanya punya 100 perak, apa itu cukup?" tanya sang Ayah.

"Ini cukup," jawab Lani sambil tersenyum meski sebenarnya uang ayahnya sangatlah kurang untuk membeli semua kebutuhan dari Lani, yang dicukupi oleh uang itu hanyalah armor, itupun hanya bisa membeli armor tipis kualitas rendah.

"Lani, Papa dan Mama tidak membutuhkan apapun darimu, selama kau bisa pulang dengan selamat dan tersenyum seperti biasa, kami sudah lebih dari senang," ucap Hakia.

"Itu benar nak, Percaya atau tidak, kau adalah anak yang paling kami banggakan dan sekaligus cahaya di keluarga kecil ini," tambah Anang sambil mengelus pipi Lani.

Bersambung


Bab 04

Setelah mendengar perkataan atau lebih tepatnya harapan dari sang ibu, agar Lani pulang dengan selamat, Lani hanya tersenyum tipis, "Ah iya ini sudah sore dekat malam, bukankah sudah saatnya kita untuk menyiapkan makan malam untuk dua tamu dan kita sendiri?" tanya Lani.

"Kita punya tamu?" tanya Anang yang baru pulang.

"Ya sayang, Lani yang membawa mereka kemari, untuk saat ini mereka belum bisa bayar katanya," ucap Hakia.

"Lalu?" tanya Anang.

"Ya sebagai gantinya, mereka akan membayar tiap bulan nantinya," ucap Hakia.

Anang langsung menatap ke arah Lani yang pergi berjalan menuju dapur secara perlahan, "Apa itu ide anak kita?" tanya Anang.

"Ya, aku sebenarnya juga kurang setuju, tapi melihat anak kita datang dengan senyum bahagia sambil membawa orang dan memperkenalkannya, kepadaku dengan nada ceria, aku jadi tidak enak menolaknya," ucap Hakia.

"Begitu ya, sepertinya kita memiliki anak yang terlalu baik, aku malah khawatir kalau kebaikannya dimanfaatkan oleh orang tak bertanggung jawab," ucap Anang dengan nada khawatir.

"Ya aku juga berpikir demikian," gumam pelan Hakia.

"Saya rasa kita perlu memastikan bahwa tamu-tamu ini tidak akan memanfaatkan kebaikan Lani dengan taktik oportunis," ujar Anang serius.

"Tentu, kita harus berhati-hati. Namun, mari kita memberikan kesempatan pada mereka. Siapa tahu, mungkin mereka benar-benar membutuhkan tempat untuk tinggal dan bisa menjadi teman baik bagi Lani," saran Hakia.

Anang mengangguk setuju, "Kita akan melihat perkembangannya. Tetapi kita juga harus menjaga agar keluarga kita tidak terlalu banyak terbebani."

Sementara itu, Lani di dapur sibuk menyiapkan hidangan untuk keluarganya dan kedua tamunya. Dia ingin menciptakan suasana yang menyenangkan meskipun dalam keterbatasan. Nampak Lani mengambil beberapa rempah yang tersimpan di lemari dapur dan menghaluskannya menjadi bumbu makanan yang mengeluarkan aroma yang sangat menggoda dan mengundang rasa lapar.

Hal itu membuat Sofyan dan Arif turun dari tangga, "Bibi Hakia, aromanya sangat enak apakah sudah waktunya makan malam?" tanya Arif.

Anang dan Hakia langsung menatap ke arah Arif dan Sofyan dan berkata, "Wah kalian pemuda yang waktu itu yah!" seru Anang yang ingat kalau ia pernah bertemu dengan Arif dan Sofyan ketika ia ingin berangkat ke toko daging untuk bekerja.

"Paman Anang, kita berjumpa lagi," tanggap Sofyan.

"Sayang kau mengenal mereka?" tanya Hakia.

"Tidak, aku juga baru bertemu mereka, hanya saja sempat bertukar nama sebelumnya, dan itupun juga gara-gara Lani," ucap Anang.

"Ahahaha, kami minta maaf karena telah merepotkan.

"Hem, tak apa, lagi pula Lani tak punya banyak teman, melihatnya bisa akrab dengan kalian adalah hal yang langka, aku tidak tahu hal baik apa yang pernah kalian perbuat padanya, tapi dia tak akan seramah ini pada orang asing," ungkap Anang.

"Yah, Lani tipe orang yang memilih menghindar ketimbang mencoba akrab, jadi wajar bagi kami menganggap kalian adalah orang yang cukup spesial baginya," gumam Hakia sambil keluar dari meja resepsionis.

"Be-begitu yah," gumam pelan Arif jujur ia khawatir kalau pembicaraan ini akan mengarah ke perjodohan.

"Yah, jadi ayo ke ruang makan, aku yakin Lani sudah menyiapkan makanan yang sangat enak," ucap lembut Anang membanggakan kemampuan memasak Lani.

Begitu mereka berkumpul di ruang makan, aroma harum dari masakan Lani memenuhi udara, menciptakan suasana yang hangat dan menyenangkan. Lani dengan senyum ramah menyambut mereka.

"Sudah siap makan malam, teman-teman?" tanya Lani sambil tersenyum.

"Terima kasih, Lani. Aromanya sudah bikin perutku keroncongan," ucap Sofyan.

"Aku tidak menyangka kau begitu pandai masak, Lani. Apa ini salah satu keahlianmu juga?" tanya Arif.

Lani hanya tersenyum sambil menjawab, "Sedikit-sedikit belajar, hasil dari keinginan supaya keluargaku bisa menikmati hidangan yang enak meski dengan bahan yang sederhana."

Mereka pun duduk bersama, menikmati hidangan yang disiapkan Lani. Suasana ramah dan canda tawa membuat meja makan penuh kehangatan.

"Ternyata Lani tidak hanya pandai bertarung, tapi juga mahir memasak. Wah, kau benar-benar gadis multitalenta," puji Sofyan.

Lani hanya tertawa kecil, "Terima kasih. Tapi sebenarnya aku tidak sehebat itu, dalam pertarungan aku adalah petualang terlemah, bahkan jika kau mencari rekor yang aku buat di Guild, itu hanya seputar tanaman obat dan Pemetaan Dungeon kecil, serta penelitian tumbuhan, jika kau melihat buku mengenai tanaman yang bisa dimakan atau tidak itu buatanku, karena aku cukup rajin meneliti tanaman apapun yang aku temukan, termasuk beberapa jenis jamur."

"Jika memang begitu, kenapa kau mau membantu kami, bukankah tugas yang kami ambil terlalu berbahaya?" tanya Arif.

"Karena jika kalian mati. Kalian tidak bisa membayar biaya inap dan makan di sini, bagaimanapun aku tidak mau rugi, apalagi kalian adalah pelanggan pertama penginapan ini, jika kalian mati di hari pertama menginap, hal ini bisa menyebarkan rumor buruk pada penginapan yang dikelola ibuku, jadi itu sebabnya aku akan memastikan kalian tetap hidup," ucap Lani.

Semua orang di meja makan tertawa kecil mendengar alasan Lani. Meskipun terdengar sedikit dingin, namun pada dasarnya Lani hanya berbicara dengan jujur tentang kondisi keuangan penginapannya. Suasana yang awalnya tegang menjadi lebih cair dengan tawa kecil yang tercipta.

Mereka melanjutkan makan malam dengan ceria, bercerita tentang pengalaman dan petualangan masing-masing. Lani, Sofyan, dan Arif semakin merasa akrab satu sama lain. Setelah makan, mereka berkumpul di ruang tamu sambil menikmati suasana hangat dari perapian kecil yang dinyalakan oleh Hakia.

"Lani, apakah kau punya cerita seru mengenai pengalamanmu?" tanya Sofyan.

"Tidak ada, seluruh hidupku hanyalah hal yang membosankan bagi maniak bertarung seperti kalian, pengalaman terbaikku hanya terjadi ketika aku menemukan tanaman unik yang memiliki aroma yang enak dan memberikan sensasi hangat di perut, dengan itu aku bisa membuat teh yang akan menghangatkan tubuh di malam hari pada musim dingin tanpa harus mengonsumsi minuman beralkohol," tanggap Lani

Sofyan dan Arif mendengarkan cerita Lani dengan antusias. Meskipun Lani merasa hidupnya terasa biasa, namun bagi mereka yang belum mengenal dunianya, cerita-ceritanya menjadi hal yang menarik.

"Menarik, Lani. Aku tak pernah membayangkan ada petualangan di dunia tanaman," ucap Arif.

"Sama, aku baru pertama kali mendengar seseorang menemukan kesenangan dalam menanam dan meneliti tanaman," tambah Sofyan.

Lani tersenyum, "Setiap orang memiliki cara dan kebahagiaan yang berbeda-beda. Bagi saya, tanaman adalah teman setia dan sumber kehidupan yang tak ternilai. Meskipun tidak sepopuler pertarungan atau petualangan, tapi saya menemukan kebahagiaan di sana."

"Sungguh unik, Lani. Aku kira dunia ini hanya penuh dengan pedang dan sihir," ucap Arif.

"Jika seperti itu dunia ini akan kiamat dengan cepat," tanggap Lani, yah bagi Lani jika di suatu tempat hanya berisi satu hal tanpa ada hal lain, maka akan ada ketidak seimbangan yang akan membuat kekacauan dan kehancuran lebih besar, apalagi jika hanya ada pedang dan sihir, memangnya kau mau makan apa di dunia yang tak ada tanaman dan binatang.

"Menurutku di dunia seperti ini rasanya cukup janggal kalau kau tak pernah bertemu monster, jadi bagaimana caranya kau menghadapi mereka saat bertemu di dalam perjalananmu memanen tanaman obat?" tanya Sofyan.

"Pertama aku akan berkamuflase dengan pakaian yang ditutupi rumput, kedua aku akan melempar batu ke arah yang cukup jauh untuk memancing monster itu ke arah lain dan menjauhkan fokus mereka dariku, terakhir jika kedua cara itu gagal aku akan lari mencari tempat sembunyi atau berlindung," jawab Lani.

"Wow, kau cukup pintar mencari cara untuk tidak terlibat dalam pertarungan langsung. Aku kira semua orang di dunia ini harus memiliki kemampuan bertarung," ucap Sofyan.

"Memang seharusnya begitu, tapi Lani berbeda, ia terlahir cacat, dimana entah bagaimana saat semua orang lahir dengan level 1, Lani terlahir dengan Level 0 dan sangat lemah, dia bahkan tidak bisa membuka matanya di hari pertama ia lahir," ungkap Anang.

"Bahkan saat mendaftar ke Gereja untuk menyembah salah satu dari 9 Dewa dia sama sekali tidak mendapatkan energi spiritual," ungkap Hakia agak sedih.

"Papa, Mama, hentikan, jangan ceritakan hal menyedihkan pada para tamu itu tidak baik, aku tidak suka dikasihani," tanggap Lani.

"Maaf mama tidak bermaksud begitu," gumam Hakia.

"Ya aku tahu, jadi diam dan makan saja," ucap Lani yang memakan Roti jaman dulu yang teksturnya sekeras batu yang direndam di kuah Kari yang ia buat untuk melembutkan tekstur dari rotinya.

"Oh iya Lani, apa semua roti teksturnya sekeras batu?" tanya Arif.

Lani yang mendengar itu langsung menatap Arif, "Kenapa kau mempertanyakannya, kau tahu kami bukan bangsawan, roti yang lembut tidak dijual untuk kalangan bawah, benda mewah itu hanya bisa kau dapat jika kau adalah bangsawan, harganya juga sangat tinggi bahkan hampir setara dengan Keju," ungkap Lani.

"Maaf aku tak bermaksud menyinggung," gumam Arif.

"Tak apa, aku mengerti, kau hanya bertanya, setidaknya rotinya akan melemah jika direndam dalam air atau kuah," gumam pelan Lani yang berhenti makan ketika sudah menghabiskan sepiring roti.

"Lani kau mau kemana?" tanya Anang.

"Aku ingin membeli peralatan yang aku butuhkan, ini misi pertamaku yang membuatku berhadapan langsung dengan monster, jadi aku harus mempersiapkan hal yang bisa aku siapkan," ungkap Lani.

Anang mengangguk, "Tentu, Lani. Gunakan uang ini sebaik mungkin. Jaga dirimu dengan baik."

Hakia menambahkan, "Dan ingatlah, keamanan mu lebih penting daripada misi itu sendiri. Jangan terlalu nekat."

Lani tersenyum mengangguk, "Terima kasih, Papa, Mama. Aku akan berhati-hati."

Sofyan dan Arif yang mendengarkan percakapan itu juga memberikan semangat kepada Lani. Setelah itu, Lani bersiap-siap untuk pergi ke toko perlengkapan petualang.

"Semoga Lani mendapat perlengkapan yang bagus untuk misinya," ucap Sofyan.

"Ya, kita doakan yang terbaik untuknya," sahut Arif.

Sementara Lani meninggalkan apartemen, langit malam telah tiba dengan bintang-bintang yang bersinar di langit. Lani melangkah dengan tekad dan semangat, siap menghadapi tantangan yang menantinya di luar sana.

"Hei, seberapa jauh kalian mengenal Lani?" tanya Anang pada Arif dan Sofyan.

Arif menjawab, "Kami baru bertemu Lani hari ini di kota. Tapi sepertinya dia orang yang baik dan berhati tulus."

Sofyan menambahkan, "Dia membantu kami tanpa pamrih, terlepas dari kondisi keuangannya yang sulit."

Anang mengangguk mengerti, "Lani memang memiliki sifat yang baik. Dia memiliki keinginan untuk membantu meskipun dalam keterbatasan. Kami berharap dia mendapat keberuntungan dalam misinya."

Hakia menambahkan, "Semoga kebaikan hati Lani dibalas dengan keberuntungan dan keselamatan. Kami senang memiliki tamu seperti kalian di sini."

"Oh iya, jujur saja aku khawatir kalau Lani tidak menemukan lelaki yang menyukainya, kami sangat ingin punya cucu, apa salah satu dari kalian ada yang tertarik?" tanya Anang.

Arif dan Sofyan saling berpandangan, kemudian tersenyum sambil menggelengkan kepala. "Maaf, Paman Anang, kami baru bertemu Lani hari ini. Tidak tepat untuk membuat keputusan seperti itu begitu cepat," kata Arif.

Sofyan menambahkan, "Kami sangat menghargai kebaikan Lani, tapi soal hubungan pribadi memerlukan waktu untuk tumbuh dan berkembang."

Anang tertawa kecil, "Tentu, tentu, saya hanya bercanda. Tetapi jika suatu saat kalian berdua tertarik pada Lani, kami senang melihatnya membentuk keluarga bahagia."

Hakia tersenyum, "Cukuplah, jangan membuat mereka merasa tertekan. Kita bisa memberikan Lani waktu dan kesempatan untuk menentukan sendiri."

Semuanya tertawa kecil, suasana tetap ramah di dalam rumah Lani.

Sementara itu, Lani nampak ke toko senjata dan nampak sedang berdiri di etalase armor, nampaknya ia sedang memilih armor yang bisa ia beli dengan uang yang ayahnya berikan.

'Ini sungguh sangat dilema,' batin Lani

Hingga akhirnya ia menemukan armor murah dengan pertahanan yang lumayan bahkan sesuai dengan jumlah uang yang ia miliki.

"Armor Kayu sihir, mengurangi segala serangan hingga 50%, anti penetrasi, yang membuat armor itu bisa menahan serangan panah, akan tetapi yang jadi pertimbangan bagi Lani adalah embel-embel sihirnya, karena beberapa item sihir, tidak bisa digunakan olehnya, karena tak memiliki energi spiritual sama sekali.

"Hei ada apa? Apa kau tertarik pada armornya?" tanya sang pemilik toko sambil menghampiri Lani yang sedang menatap diam armor sihir kayu.

"Ya hanya saja, karena tak punya energi spiritual, aku jadi ragu membelinya," ungkap Lani.

"Tenang saja, armor itu bisa dipakai tanpa menggunakan energi spiritual pengguna," jelas orang yang memiliki toko.

"Lalu bagaimana cara kerjanya?" tanya Lani.

"Armor yang kau lihat itu, memiliki slot yang bisa disisipi batu magis untuk mengisi tenaganya, tujuannya agar tak terlalu banyak memakai energi spiritual pengguna, jadi nona hanya perlu mengisi slotnya dengan batu magis," ungkap sang pedagang

Lani mengangguk mengerti. "Baiklah, saya akan membeli armor ini dan beberapa batu magis untuk mengisi slotnya," ucapnya.

Sang pedagang senang mendengarnya, "Tentu, itu pilihan yang bagus. Silakan pilih batu magis yang sesuai dengan kebutuhan Anda."

Lani pun memilih beberapa batu magis dengan efek yang diinginkannya dan membayar barang yang dia pilih. Setelah itu, dengan penuh semangat, dia beranjak meninggalkan toko senjata, siap menghadapi misi pertamanya dengan perlindungan baru yang dimilikinya.

"Paman, biasanya batu magis ini mampu mengisi daya selama beberapa menit?" tanya Lani.

"Tergantung situasi, semakin sering kau terkena serangan maka akan semakin cepat efeknya hilang, lalu jumlah energi yang dikuras untuk menahan serangan yang masuk juga bergantung dengan seberapa kuat serangan musuh, semakin keras maka akan semakin cepat energi yang tersimpan habis," jelas si penjual.

"Aku mengerti, terima kasih penjelasannya," ucap Lani

Bersambung